Bisnis.com, JAKARTA--Para model yang berlenggak lenggok di atas panggung menjadi sasaran pandangan semua pengunjung pada acara penghargaan Citi Microentrepreneurship Awards akhir Maret lalu.
Sinar lampu sorot mengiringi satu per satu perempuan langsing berambut keriting yang muncul dari balik panggung. Tubuh mereka dibalut helaian kain batik berbahan sutra yang lembut.
Kehadiran mereka berhasil mencuri perhatian pada acara itu. Wajar saja, sebab model pakaian yang sedang mereka pamerkan terbilang unik. Warnanya terbilang mencolok, mulai dari biru, hijau, oranye, merah, kuning hingga hitam, kontras dengan kulit mereka yang coklat tua.
Kemudian, jika diperhatikan, corak kain atraktif itu pun berbeda dengan batik pada umumnya. Ada motif burung cendrawasih, tifa, patung.
Batik itu adalah desain terbaru dari perajin batik asal Papua, Jimmy Affar. Pria berkepala plontos ini dalam waktu dekat juga akan mengusung karya batiknya yang unik ke pagelaran busana di Amerika Serikat.
Jimmy adalah salah satu pelaku usaha kreatif yang pandai memanfaatkan tren pemakaian batik sebagai peluang usaha menjanjikan. Pemilik merek Batik Port Numbay itu mempopulerkan batik yang bercorak khas Papua.
Jimmy memulai usahanya pada 2007 dengan gagasan bahwa batik seharusnya jadi identitas seluruh masyarakat Indonesia. Dia belajar cara mengkobinasikan batik Solo saat bekerja sebagai asisten desainer kondang Ramli, di Jakarta.
Bermodalkan Rp6 juta yang ditabung dari gajinya, dia berangkat ke Solo demi mengembangkan bakat dan mendalami wawasan batik. Selama 6 bulan di Solo dia berhasil menciptakan 16 motif batik yang mencerminkan budaya Papua.
Ternyata karyanya langsung disambut pasar. 16 potong batik itu langsung laris manis saat dia bawa ke pagelaran busana di salah satu hotel di Papua.
“Pas acara makan malam itu, saya juga langsung dapat pesanan batik senilai Rp60 juta,” ujarnya.
Dia seperti dapat angin segar untuk mengembangkan desain Papua. Dalam satu helai kain batiknya, bisa ditemukan budaya masyarakat Papua yang tinggal di daerah pesisir serta yang di pegunungan.
Motif-motif yang dibuat berasal dari kekayaan budayanya seperti dari patung suku Asmat, perahu dan ikan dari suku Tobati, alat musik tifa dari suku Fak-fak, burung cendrawasih khas daerah Biak, alat-alat perang suku, ukiran serta lambang keramat.
“Batik ini jadi cara kita bersama masyarakat untuk menyimpan kekayaan leluhur dan bisa kita ceritakan kepada masyarakat luas dan penerus kita,” tuturnya.
Hampir tiap bulan, Jimmy selalu memperkenalkan desain baru. Sejauh ini, sudah ada 35 motif batik Papua yang dia buat. Semua motif itu, kata dia, digarap dengan serius dan tidak akan ditemukan di daerah lain karena sudah dia patenkan.
Cara pembuatan Batik Port Numbay sama seperti yang ada di Jawa, yakni tulis dan cap. Bahannya menggunakan sutra maupun katun. Selain coraknya, yang membedakan batik Jawa dengan Batik Papua adalah keberanian Jimmy untuk bermain dengan warna-warna menyala seperti merah, biru, hijau, kuning dan hitam.
Dibantu oleh 40 orang karyawannya, Jimmy mengklaim bisa memproduksi hingga 5.000 meter kain batik dalam sebulan. Kain itu dijual dengan harga yang bervariasi mulai Rp125.000 hingga Rp4,750 juta, tergantung motif dan bahan yang digunakan.
“Omzet kasarnya per bulan Rp50 juta-Rp70 juta dengan margin laba sekitar 50%,” ucapnya.
Konsumennya datang dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum hingga tamu-tamu negara yang berkunjung ke Papua. Pesananan juga mengalir dari berbagai kota besar di Indonesia hingga luar negeri seperti Belanda dan Amerika.
Terkadang dia sampai menolak permintaan, jika pesanan sudah terlalu banyak. “Biasanya mau masuk Ramadan sudah close order, karena sudah banyak pesanan. Banyak yang memesan untuk dijadikan souvenir atau seragam,” kata dia.
Keunikan batik produksinya berhasil mencuri hati Presiden Joko Widodo. Dalam satu kesempatan berkunjung ke Papua saat perayaan Natal Nasional 2014 lalu, Jokowi meminta dibuatkan baju sepasang dengan istrinya, Iriana dengan motif burung Cendrawasih.
“Sekarang jadi banyak yang memesan motif yang dipakai pak Jokowi. Motif burung cendrawasih itu memang simple tapi mana filosofisnya dalam,” paparnya.
Jimmy yang kerap ikut berbagai pameran internasional akan menghadiri salah satu pameran di Amerika pada November mendatang. Dia berharap bisa bertemu Presiden AS Obama. Jika bisa bertemu, dia berniat memberikan batik karya desainnya, yang sama dengan dipakai Jokowi.
Pria 51 tahun ini optimistis, jika tokoh dunia yang pernah tinggal di Indonesia itu memakai batik buatannya, maka popularitas batik Indonesia, khususnya Papua, akan semakin melejit.