Bisnis.com, JAKARTA -- Selama masa pandemi masyarakat kerap waswas terhadap berbagai masalah keuangan seiring dengan ekonomi yang lesu dan pendapatan yang tergerus.
Kondisi ini membuat lembaga keuangan harus menjaga keyakinan pelaku usaha maupun konsumen bahwa keuangan mereka akan baik-baik saja.
Hal ini diperparah dengan statistik pengaduan konsumen atas jasa keuangan cenderung masih tinggi, dari sebelum pandemi sampai sekarang.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan selama 10 tahun terakhir YLKI masih banyak menerima pengaduan soal jasa keuangan rata-rata sebesar 46,9 persen disusul properti sebesar 14,4 persen.
“Mestinya dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan [OJK} pengaduan masalah finansial di Indonesia turun, sebaliknya, di Indonesia ada anomali karena dalam 11 tahun terakhir pengaduan financial service masih tertinggi,” ujar Tulus baru-baru ini.
Secara khusus dalam masa pandemi ini YLKI mencatat pengaduan tertinggi adalah penyediaan alat kesehatan seperti vitamin atau obat dengan hand sanitizer dan masker sebesar 33,3 persen, disusul fasilitas transportasi 25 persen, pengaduan atas jasa e-commerce 16,6 persen, disusul jasa keuangan 11,11 persen.
Baca Juga
“Dari porsi ini terlihat masih banyak sekali aduan jasa keuangan. Umumnya juga tak hanya aduan ke perbankan dan asuransi, tetapi juga ke P2P Lending atau pinjaman online sampai sekitar 1.500 aduan,” paparnya.
Tulus memerinci, umumnya aduan dari konsumen adalah perihal penolakan relaksasi kredit dan restrukturisasi cicilan. Sayangnya ajuan restrukturisasi kerap kali ditolak karena jasa keuangan pada awal pandemi masih cukup ketat terhadap pelonggaran cicilan.
“Banyak yang mengeluh ditolak dengan alasan pelonggaran diberikan hanya kepada yang positif Covid-19 padahal yang terdampak bukan hanya yang sakit, tetapi juga banyak yang dampaknya secara ekonomi,” ujar Tulus.
Tulus menambahkan, kondisi yang sempat carut-marut inilah membuat Presiden Joko Widodo pun akhirnya menegaskan perbankan wajib memberikan relaksasi kredit untuk menjaga nafas masyarakat, khususnya bagi sopir ojek online dan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).