Bisnis.com, JAKARTA -- Pemilik atau pemimpin bisnis sering kali menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan cara menjadi disruptor, menggeser pemain besar melalui kombinasi teknologi inovatif dan model bisnis baru.
Pada saat yang sama, mereka lupa untuk bertanya pada diri sendiri, seberapa besar kemungkinan bisnisnya akan terdisrupsi?
Datangnya disrupsi, gangguan, dan kompetisi terasa seperti muncul begitu saja, tetapi sebenarnya tidak.
Disrupsi berasal dari sudut pandang yang luput dari para pemilik bisnis dan dari para pengusaha yang mempertimbangkan kondisi di luar industri mereka.
Ketika luput untuk mengevalusasi kerentanan bisnis sendiri, para pemimpin bisnis justru sedang membiarkan perusahaan mereka terbuka untuk terdisrupsi, baik secara strategis maupun finansial. Berikut tips dari Entrepreneur, Selasa (15/9/2020).
1. Sebuah bisnis perlu memiliki standar, tetai jangan jadikan itu sebagai hambatan .
Setiap industri memiliki kesamaan. Pesaing mungkin akhirnya menggunakan teknologi dasar yang sama, misalnya, atau konsumen mungkin mulai terlibat dengan industri melalui platform agregator.
Standar sering kali baik untuk konsumen, tetapi buruk untuk bisnis. Standar cenderung dengan mudah meratakan perbedaan di antara pesaing, dan menyerahkan kekuasaan kepada siapa pun yang memiliki standar tersebut.
Jika Anda melihat standar baru meningkat di industri Anda, adopsi standar tersebut secara langsung dengan mengakuisisi perusahaan yang membuatnya atau, jika Anda tidak dapat melakukannya, bergabunglah dengan pemain lain dalam ekosistem bisnis Anda untuk menciptakan serangkaian standar yang bersaing yang dapat Anda kendalikan sebagai sarana pertahanan.
2. Perantara adalah penghambat Anda.
Jika perusahaan Anda tidak dapat membuat putaran umpan balik langsung dengan pelanggan Anda — baik secara pribadi atau melalui berbagai saluran digital — maka Anda harus siap menghadapi disrupsi.
Inilah sebabnya mengapa para disruptor memulai dengan model bisnis direct-to-consumer atau menciptakan produk mereka dengan konsumen melibatkan melalui sarana seperti Kickstarter atau media sosial. Disruptor ini memiliki koneksi yang membantu mereka mendapatkan wawasan yang lebih tajam dan produk yang lebih baik.
Sementara itu, perusahaan besar seringkali terjebak di belakang rantai panjang vendor dan mitra penyalur; mereka jarang berhubungan langsung dengan pelanggan mereka. Jika sebagian besar pendapatan Anda bergantung pada perantara yang menjual atas nama Anda, berinvestasilah hari ini untuk menciptakan hubungan langsung dengan end user.
3. Perkembangan bisnis bisa jadi kelemahan Anda.
Petahana senang melakukan peningkatan bertahap pada produk dan layanan mereka. Dan mengapa tidak? Inkrementalitas meminimalkan risiko, dan ini menjamin bahwa pelanggan Anda yang lebih kaya terus datang kembali untuk mengulang pembelian.
Namun seiring waktu, strategi ini mengasingkan pelanggan penting — orang yang menginginkan layanan dasar berbiaya rendah. Saat itulah disruptor dapat masuk, menarik pelanggan potensial dengan penawaran yang lebih sederhana dan model bisnis yang berbeda. Kemudian disruptor dapat meningkatkan penawarannya sendiri dan mencuri pelanggan kaya pesaing.
Bisnis apa pun dapat terdisrupsi— dan kerentanan itu tidak terlalu berkaitan dengan bisnis itu sendiri dan lebih banyak berkaitan dengan pola pikir para pemimpinnya.
Waspadai blind spot ini saat Anda memikirkan strategi baru. Jika Anda mampu mengatasi ini, Anda akan tetap menjadi disruptor dan tidak akan diganggu.