Bisnis.com, JAKARTA - Siapa yang tak suka rendang? Masakan khas dari Sumatera Barat ini telah dinobatkan sebagai makanan terlezat di dunia. Bumbunya yang kaya rempah serta proses memasaknya yang cukup lama dan membuatnya meyatu dengan santan, memberikan sensasi rasa yang nikmat.
Namun, rendang yang benar-benar otentik memiliki ciri khas bumbu yang kering hitam kecoklatan. Proses memasaknya pun menggunakan kayu bakar dan sabut kelapa sehingga menghasilkan aroma khas dari rendang itu sendiri.
Saat ini, untuk mendapatkan rendang yang benar-benar otentik tidaklah mudah, sebab sebagian besar masyarakat atau rumah makan bisanya menyajikan rendang yang dimasak menggunakan kompor.
Di sinilah, Dewi Syafrianis mengambil celah dengan memulai bisnis rendang yang memiliki cita rasa otentik dengan mengusung brand DenDang atau Dendeng dan Rendang.
Ide awal Dewi memulai bisnis sebetulnya dari ketidaksengajaan. Ketika itu, Dewi yang baru selesai liputan dari pekerjaannya sebagai wartawan berpikir untuk berbisnis karena dia juga tidak ingin terus bekerja.
Kebetulan Dewi pernah memiliki warung nasi Padang sehingga dia pun ingin menjalankan usaha kuliner. Namun, karena masih bekerja, Dewi merasa tidak mungkin jika harus membuka warung Padang lagi.
Baca Juga
“Akhirnya saya berpikir untuk membuat menu yang bisa dibuat dalam jumlah banyak sekali masak, trus dipacking dan dibekukan. Lalu kepikiran bahwa yang banyak disukai orang itu Rendang sama Dendeng, ya sudah dua menu itu yang coba saya buat,” ujarnya.
Setelah itu, Dewi langsung mencoba menawarkan menu rendang dan dendeng tersebut kepada narasumbernya. Awalnya narasumber Dewi sempat tak percaya, tapi akhirnya dia memesan sekitar 2 kg Dendeng dan 3 kg Rendang.
Dewi lalu berkonsultasi kepada orang tuanya bahwa dia ingin berjualan Rendang dan Dendeng kemasan yang dibuat berdasarkan pesanan atau pre order. “Lalu ayah saya bilang, kalau mau bikin Rendang yang otentik dan beda rasanya dengan rendang kebanyakan maka masaknya harus pake kayu.”
Lalu, saat itu juga dapur yang bisa Dewi gunakan untuk memasak disulap dengan membuat tungku kayu dadakan. Dia pun lantas mengolah rendang dan dendeng dengan cara dimasak menggunakan tungku kayu sehingga menghasilkan aroma bakar yang nikmat dan bumbu yang meresep.
Proses memasaknya pun dilakukan secara perlahan dan membutuhkan waktu hingga 12 jam sehingga bumbu dan dagingnya lunak serta menyatu.
Sejak saat itu, bisnis yang dia jalankan mulai berkembang dari mulut ke mulut. Apalagi di tahun 2011, Rendang dinobatkan sebagai makanan telezat di dunia sehingga ikut mendongkrak usaha DenDang yang dijalankanya tersebut.
Tak sedikit diantara teman-teman dan narasumber yang memesan Rendang dan Dendeng buatan Dewi. Bahkan Dewi sendiri mendapatkan julukan baru dari teman-temannya sebagai Mba Dendang atau Mak Dendang.
Namun karena masih bekerja, Dewi hanya bisa membuat pesanan pada waktu-waktu tertentu dengan sistem pre-order.
“Waktu itu saya buat sistem pre-order. Kumpulin dulu orang-orang yang mau pesan, lalu sekali buat 5 kg atau 10 kg. Trus kalau masih ada yang belum terjual saya simpan di freezer dan tawar-tawarin, begitu abis dan saya ada waktu ya saya bikin, tapi kalau ngga sempat ya ngga bikin,” ujarnya.
Beberapa tahun usahanya berjalan, pada 2017 Dewi tergerak membuat izin Produksi Industri Rumah Tangga Pangan (PIRT) dari Dinas Kesehatan. Dia pun mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Asosiasi Industri Kreatif Depok.
Setelah mengikuti pelatihan selama dua hari dan mendapatkan berbagi ilmu mengenai industri rumahan, Dewi kemudian memperolah sertifikat yang bisa dibawa ke Dinas Kesehatan untuk mendapatkan izin PIRT.
“Waktu itu aku langsung disuruh urus PIRT tapi karena sibuk kerja dan liputan maka sempat setahun itu sertifikat di rumah. Sampai akhirnya pada 2018 aku kena PHK, baru semua mulai aku seriusin. Dan setelah itu langsung dapat izin edar PIRT,” terangnya.
Tidak hanya mengurus PIRT, Dewi langsung mengurus sertifikasi halal dari MUI sehingga ketika dia sudah benar-benar menjalankan usahanya dengan serius, semua izin dan logo halal sudah tercantum sehingga proses pemasarannya pun menjadi lebih mudah.
Selain memperhatikan berbagi perizinan, Dewi juga fokus membuat kemasan yang lebih menarik sehingga dapat lebih diterima oleh pasar. Dia juga kian gencar menawarkan produknya dengan masuk ke beberapa marketplace dan instagram.
“Aku sadar betul bahwa untuk usaha makanan kemasan ini supaya bisa berkembang maka kemasananya harus bagus, juga harus sudah tercantum izin edar sama logo halal, ujarnya.
Baca Juga : Pandemi Virus Corona Jadi Pukulan Terbesar bagi Kesehatan Mental Sejak Perang Dunia Kedua |
---|
Selain itu, Dewi juga menambah varian menu yang ditawarkan, tak hanya Rendang dan Dendeng, dia juga menjual berbagai jenis sambal kemasan botol seperti sambal ikan bilih, sambal dendeng, dan sambal lado tanak jengkol. serta menambah varian rendang yakni Rendang Paru dan Rendang Jengkol.
Adapun range harganya mulai dari Rp90.000 untuk redang 300 gram, aneka sambal dijual seharga Rp65.000 untuk kemasan 250 gram dengan keuntungan sekitar 40 persen.
Di masa pandemi ini, Dewi justru mendapatkan berkah, penjualannya meningkat hingga 5 sampai 10 kali lipat dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Pasalnya, di waktu ini banyak masyarakat yang memesan menu frozen food yang hanya tinggal dipanaskan.
“Saat orang banyak yang WFH ini kan bisnis frozen food malah booming. Alhamdulillah kena ke aku juga,” ujarnya.
Apalagi saat ini Dewi juga tergabung menjadi mitra UMKM dari salah satu perbankan BUMN yang benar-benar fokus membantu pertumbuhan bisnis UMKM. Produknya pun ikut dijual ke lima marketplace besar oleh perusahaan tersebut melalui Indonesia Mall.
Sebagai pelaku UMKM, Dewi hanya perlu menyediakan stok, semua proses pemasaran dan penjualan dilakukan langsung melalui platform Indonesia Mall. Bahkan pada promo 12.12 kemarin pun produknya ikut dipromosikan tetapi harga yang diterimanya tetap harga normal.
Kini, setelah bergabung menjadi mitra binaan, bisnis yang dijalankan Dewi semakin berkembang, dia mendapatkan berbagai pelatihan, dan kesempatan, bahkan terpilih sebagai salah satu mitra yang ikut dalam program Brilianpreneur.