Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah berdampak pada tren perubahan skema bisnis kue subuh. Kini pebisnis kue subuh di Pasar Senen menyasar rumah sakit.
Evi Rohma mengungkapkan sejak pandemi, tidak berjualan kue di saat subuh, mengingat tren penularan yang virus yang cukup tinggi. Kini dia memutuskan untuk menjual kue ke warga saat ada hajatan dan memenuhi pemesanan rumah sakit.
Dia mengatakan saat awal pandemi, penjualan kue sangat sepi. Sebab, banyak orang lebih memilih untuk mengonsumsi makanan yang dimasak di rumah.
Evi menceritkan, modal awal yang dikeluarkan sekitar Rp300.000 untuk bisnis kue. Sembari menerapkan resep dari ibunya dan cara membuat kue, agar kualitas, rasa, dan jumlah pelanggan juga bertambah.
Harga kue yang dijual senilai Rp3.000 per kue. Sebelum pandemi, Evi biasanya berjualan di Pasar Senen. Omzet yang dimiliki bisa mencapai Rp39 juta-Rp40an juta per bulan. Namun, karena pandemi dia memutuskan berjualan di rumah atau membuat kue sesuai pesanan saja.
Kini Evi dipercayakan menjadi Ketua Klaster Kue Subuh Kanca Otista. Dia juga mulai mengajarkan tetangga untuk ikut membantu dan memproduksi berbagai macam kue. Ada juga tetangga yang sudah menjadi pengusaha kue subuh mandiri dari pelatihan yang diberikannya.
Baca Juga
"Sejak 1 Januari, saya ada orderan dari RS Duren Sawit, Jakarta Timur dan rumah sakit jiwa. Setiap hari, ada 500 potong kue, terdiri dari 2 macam kue," ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (22/2/2022)
Ada 20 jenis kue yang biasa dijual oleh Evi, tetapi yang paling banyak diminati oleh pembeli adalah kue nona manis, risoles sayur, risoles mayonaise, dan kue lapis beras. Meskipun dia tidak berjualan kue ke Pasar Senen saat subuh, tren penjualan kue di tahun kedua pandemi, berangsur membaik.
Kini, Evi bisa membuat dan menjual 1.000 kue per hari dari rumah. Saat proses pembuatan kue, Evi juga meminta bantuan ibu-ibu yang ada disekitar rumahnya, sambil mengajari cara membuat kue. Dia juga tidak keberatan untuk membagi ilmu cara membuat kue bagi tetangga.
Selain itu, Evi juga mencari bantuan melalui kredit usaha rakyat (KUR) BRI. Dia telah melakukan pinjaman hingga 3 kali yakni Rp15 juta, lalu setelah lunas dia ditawarkan kembali pinjaman Rp25 juta. Setelah cicilan lancar dan lunas, dia meminjam Rp50 juta di saat pandemi untuk membeli alat-alat memasak dan bahan-bahan membuat kue.
Adapun bunga KUR hanya 6 persen. Program KUR adalah salah satu program pemerintah dalam meningkatkan akses pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang disalurkan melalui lembaga keuangan dengan pola penjaminan
Hingga Desember 2021, BRI telah menyalurkan KUR senilai Rp194,9 triliun kepada 6,5 juta debitur. Jumlah tersebut mencapai 99,65 persen dari kuota KUR yang ditetapkan pemerintah dan dialokasikan kepada BRI tahun 2021, yakni sebesar Rp195,59 triliun. Penyaluran KUR BRI sepanjang 2021 juga tercatat naik 40,7 persen secara tahunan year-on-year dibandingkan dengan penyaluran pada Desember 2020 yang mencapai Rp138,5 triliun.
Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto menuturkan bahwa alokasi KUR, menjadi hal positif bagi perseroan untuk mendukung pengembangan ekosistem ultramikro.
“Ke depan, BRI terus berfokus pada segmen mikro sebagai core utama pertumbuhan pinjaman KUR. Dengan menyalurkan kredit ke sektor produktif, upaya tersebut diharapkan dapat memperkuat pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya dalam keterangan resmi.