Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisah Hidup dan Bisnis Sudhamek AWS, Bos Kacang Garuda yang Pernah Dibully

Sempat dibully miskin, inilah kisah perjalanan hidup Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto pendiri Garudafood.
Sudhamek AWS/lifepal
Sudhamek AWS/lifepal

Bisnis.com, JAKARTA - Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto AWS berhasil membesarkan usaha “kacang” Garuda, hingga tidak bisa lagi dianggap usaha “kacangan”. 

Sosok yang masuk dalam daftar 50 orang Indonesia terkaya di Indonesia versi Forbes itu berhasil menempati peringkat ke-46 dengan kekayaan bersih sebesar US$1 miliar atau setara dengan Rp14,8 triliun. 

Namun di balik kesuksesan itu, ternyata Sudhamek pernah  mengalami masa kecil yang sulit. Sebagai anak bungsu dari 11 bersaudara, dirinya mengakui pernah mengalami bully dan dihina karena miskin oleh teman-temannya.

"Saya akui masa kecil bahkan remaja kenyang di-bully. Mulai dari diejek namanya sampai sempat dikatakan saya itu bukan anak kandung keluarga. Katanya, saya ditemukan di jalan, di ikrak (pengki). Saya sedih," kata pendiri Garuda Food ini, dikutip dari Channel YouTube Coach Yudi Chandra, Rabu (12/4/2023).  

Punya Jiwa Bisnis Sejak Kecil

Terlepas dari hal itu, pria kelahiran Rembang ini sebenarnya terlahir dari keluarga pebisnis, di mana sang Ayah memiliki bisnis pengangkutan barang antarpulau. 

Sayangnya, nasib berubah saat kapal keluarganya karam dan pecah. Keluarga mengalami kebangkrutan antara 1951 dan 1952.

“Waktu itu saya belum lahir. Jadi, saya cuma dengar cerita dari orang sekitar. Akan tetapi, ayah mulai membangun bisnis tepung tapioka skala kecil dan nasib hidup saja juga sudah lumayan baik,” ungkapnya dilansir dari Youtube Hermanto Tanoko.

Akhirnya, sang Ayah mulai merintis pelan-pelan. Dengan bantuan anak-anaknya, membuat pabrik tepung tapioka tersebut sukses dibangun di dekat Mojoagung Pati. 

Jiwa entrepreneur Sudhamek bahkan sudah terlihat sejak usia muda, di mana dirinya mulai mengoperasikan mesin penggilingan singkong sejak kelas enam.

“Jadi papa mama itu dulu sudah ajari saya sebagai pebisnis. Saya masih ingat kirim karung sejauh 12 km pakai dokar, hujan deras, basah kuyup. Kenangan itu terus teringat dan saat SMA saya itu mau jadi pengusaha,” ungkapnya. 

Lulusan Ekonomi dan Hukum

Meski sejak kecil hingga remaja, Dhamek terus mengalami bullying di sekolah. Namun, itu tidak membuat dirinya trauma terhadap sekolah. 

Terbukti, ketika Dhamek masuk ke Fakultas Ekonomi 1975 dan Fakultas Hukum tahun 1978 di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. 

“Saya itu orangnya suka sibuk. Akhirnya, saya ambil double degree. Kalau dulu SD, SMP hingga SMA saya jadi murid biasa saja. Tapi, di perkuliahan saya jadi mahasiswa berprestasi,” katanya. 

Dia pun menceritakan impian untuk menjadi pengusaha seperti yang Sudhamek muda inginkan nyatanya sirna. Justru, usai sekolah dia memilih untuk bekerja bersama orang. 

“Papa Mama dulu punya harapan besar saya jadi meneruskan bisnis keluarga. Tapi, saat itu punya pendirian untuk tidak merepotkan mereka. Jadi, saya memutuskan ikut kerja di Gudang Garam Kediri. Itu membuat mereka kecewa,” sesalnya. 

Bahkan, Sudhamek menyatakan tidak sempat mendapatkan transfer ilmu berbisnis dari sang ayah. Pasalnya setelah dia lulus kuliah, tak lama berselang sang Ayah meninggal dunia.

Merantau dari Kediri ke Jakarta

Singkat cerita, dia pun memilih pindah dari Kediri ke Jakarta pada 28 Januari 1991. Di Jakarta, dirinya ikut bekerja dengan Sutanto Djuhar yang merupakan salah satu pendiri Salim Grup pada 1 Februari 1991. 

“Sebenarnya di tahun 1991 itu saya juga sudah bantu bisnis mendiang Papa. Tapi hanya part time, sisanya saya kerja bersama Pak Djuhar,” jelasnya. 

Bergabung dengan Bisnis Keluarga

Selang tiga tahun, Sudhamek yang telah ditempa sebagai jajaran Eksekutif di Ibukota pun terpanggil untuk meneruskan bisnis keluarga. Pada awalnya bisnis keluarga tersebut hanya memproduksi olahan kacang tanah. 

Sebagai informasi, PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk berdiri pada 1990, akan tetapi kegiatan bisnis Garudafood telah dirintis sejak 1979 oleh pendiri perusahaan melalui PT Tudung Putra Jaya (TPJ), sebuah perusahaan di Pati, Jawa Tengah, yang memasarkan produk kacang yang kemudian dikenal sebagai Kacang Garuda (Garuda Peanut).

“Awalnya UMKM kecil yang hanya menjual kacang tanpa merek ke pabrik-pabrik. Tapi, saat itu semangat saya terpantik ketika melihat kompetitor lebih sukses lebih dulu. Nah, di situ perlahan saya mulai melakukan restrukturisasi dan menjadikan kacang sebagai consumer goods,” jelasnya. 

Kerja keras seakan tak mengkhianati hasil.  Tak bisa dipungkiri, perjalanan Sudhamek dalam tidak mulus. 

Namun, sebagai anak terakhir yang berbekal pengalaman kerja profesional, membuat dia berhasil membenahi bisnis keluarganya. 

Saat ini dengan Garudafood yang telah berdiri 33 tahun, pihaknya terus berekspansi dengan mulai memproduksi dan memasarkan produk-produk makanan dan minuman yang mencakup biskuit, kacang, pilus, pellet snack, "confectionery", minuman susu, bubuk cokelat, keju dan salad dressing.

Bahkan, sejumlah produknya Garudafood mengekspor produk-produknya ke lebih dari 20 negara, berfokus di negara-negara ASEAN, Tiongkok dan India. 

Melansir dari Forbes, pada 2020  Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD) resmi meng-akuisisi saham PT Mulia Boga Raya Tbk (KEJU), yang merupakan produsen keju lokal terbesar di Indonesia ‘Prochiz’.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper