Bisnis.com, YOGYAKARTA - Di sebuah pabrik penyamakan kulit di Yogyakarta, Jumadi (58) tengah memperhatikan satu per satu kulit kambing dan domba yang telah diproses. Kulit-kulit ini nantinya akan menjadi produk jadi dan diekspor ke luar negeri, terutama ke pasar Asia Tenggara.
Sebagai Quality Check kedua, Jumadi memastikan kualitas kulit yang telah melewati beberapa tahap sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya.
Selama 35 tahun, ia telah bekerja di PT Budi Makmur Jaya Murni, sebuah perusahaan pionir dalam industri penyamakan kulit di Yogyakarta yang berdiri sejak 1966. Saat itu, Yogyakarta menjadi salah satu sentra kulit selain Garut dan Magelang.
Jumadi adalah salah satu dari 200 pekerja di PT Budi Makmur Jaya Murni yang beroperasi di lahan pabrik seluas kurang lebih 2 hektar.
Presiden Direktur Budi Makmur Jaya Murni Sutanto Haryono menjelaskan bahwa mereka mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi yang siap digunakan untuk membuat sepatu, jaket, dan tas.
"Kami memperkhususkan diri pada kulit jadi yang siap dipotong, dijahit, dijadikan barang kulit. Saat ini kami memfokuskan pada jenis sarung tangan untuk kebutuhan olahraga. Misalnya golf, untuk olahraga baseball, ski, bermotor,” ujar Sutanto ketika ditemui di pabriknya pada Jumat (17/5/2024).
Baca Juga
Sutanto memanfaatkan keunggulan Yogyakarta sebagai pusat pendidikan dan penelitian di bidang kulit, yang memudahkan perusahaan mendapatkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas.
“Jadi untuk industri perkulitan ini satu-satunya akademi sekolah yang ada untuk jurusan perkulitan ini adanya di Jogja. Kedua, institusi penelitian dari pemerintah itu yang terkait kulit ya adanya juga di Jogja. Jadi SDM-nya sangat mendukung untuk industri kulit ini di Jogja,” jelasnya.
Perusahaan ini mampu memproduksi hingga 200.000 square feet kulit per bulan, atau sekitar 40.000-50.000 lembar. Produk dari Budi Makmur, sebagai supplier, kemudian dikirim ke pabrik lain untuk diolah menjadi barang jadi. Sebagian besar brand olahraga yang mereka pasok berlokasi di Asia.
Produk kulit mereka diekspor ke berbagai negara seperti Vietnam, Korea Selatan, Amerika Serikat, Hong Kong, Swedia, Taiwan, dan Italia.
“Kalau dulu barangkali dominasi China itu sangat besar ya, tapi sekarang sudah berbeda sekali ya. Yang dominan itu sekarang terutama Vietnam dan Kamboja, itu paling besar. Tetapi sudah merambah ke negara yang SDM-nya relatif lebih murah seperti Bangladesh, Pakistan,” ungkap Sutanto.
Mengenai bahan baku, perusahaan sebisa mungkin menggunakan bahan dari dalam negeri, kecuali jika terjadi kekurangan seperti saat pandemi. Saat itu, daya beli masyarakat menurun sehingga pasokan bahan baku juga berkurang. Oleh karena itu, mereka terpaksa mengimpor dari luar negeri seperti Timur Tengah.
Bahan baku dalam negeri tidak hanya berasal dari Pulau Jawa, tetapi juga dari Sumatera hingga Nusa Tenggara Timur.