Bisnis.com, JAKARTA - Jumlah jutawan di AS meningkat sekitar 500.000 pada tahun lalu, lebih banyak dibandingkan negara lain mana pun di dunia.
Amerika memiliki 7,4 juta “individu dengan kekayaan bersih tinggi” pada tahun 2023, naik dari 6,9 juta pada tahun 2022, menurut laporan baru dari Capgemini dilansir dari Bussiness Insider.
Definisi perusahaan mengenai seorang jutawan menggambarkan orang-orang yang memiliki "aset yang dapat diinvestasikan" setidaknya $1 juta, "tidak termasuk tempat tinggal utama, barang koleksi, barang habis pakai, dan barang konsumsi tahan lama," menurut ringkasan laporan tersebut.
Setelah masalah pasar saham pada tahun 2022, tahun 2023 terbukti menjadi tahun yang lebih baik bagi orang kaya, tulis perusahaan konsultan tersebut. Jumlah jutawan, serta kekayaan kumulatif mereka, turun pada tahun 2022, katanya.
Sebaliknya, pada tahun 2023, “meskipun ketidakpastian suku bunga masih berlangsung dan imbal hasil obligasi meningkat, ekuitas melonjak seiring dengan pasar teknologi, yang dipicu oleh antusiasme terhadap AI generatif dan potensi dampaknya terhadap perekonomian,” kata laporan itu. Keuntungan pasar saham pada kuartal keempat tahun 2023 memainkan peran yang sangat besar.
Pengeluaran pemerintah, seperti UU CHIPS dan UU Pengurangan Inflasi, juga menyebabkan belanja yang lebih besar di industri seperti semikonduktor dan konstruksi.
Baca Juga
Semua itu membantu meningkatkan kekayaan kolektif para jutawan di AS sebesar 7,4% tahun lalu, kata Capgemini.
Bahkan dengan bertambahnya jumlah jutawan, kekayaan tetap terkonsentrasi pada kelompok kecil. Laporan tersebut menemukan bahwa hanya 1% orang-orang dengan kekayaan bersih tertinggi yang dicakup dalam laporan ini yang menguasai 34% kekayaan global.
Peningkatan jumlah jutawan di AS adalah yang terbesar dalam jumlah absolut di antara 25 negara teratas berdasarkan jumlah jutawan, kata Capgemini.
Namun secara persentase, jumlah jutawan di AS meningkat sebesar 7,3% pada tahun ini – angka ini melebihi Australia, India, dan Italia, meskipun masing-masing negara tersebut hanya memiliki populasi jutawan yang berjumlah ratusan.
Capgemini menganalisis ukuran dan pertumbuhan kekayaan menggunakan metodologi kurva Lorenz miliknya, yang menggunakan data dari berbagai sumber termasuk Bank Dunia, IMF, Economist Intelligence Unit, dan pemerintah nasional.