BISNIS.COM, JAKARTA– Kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan tenaga kerja berkualitas di Indonesia pada tingkat manajer menengah diperkirakan makin tinggi hingga mencapai 56% pada tahun 2020, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Artinya, perusahaan besar di Indonesia hanya mampu mengisi kurang dari setengah pekerja yang dibutuhkan pada tingkat manajemen menengah terutama kandidat yang dinilai berkualitas.
Demikian disampaikan Senior Partner and Managing Director BCG Jakarta Bernd Waltermann dalam laporan terbaru BCG tentang ketenagakerjaan di Indonesia 'Growing Pains, Lasting Advantage: Tackling Indonesia’s Talent Challenges'.
Menurutnya kesulitan perusahaan untuk mencari tenaga berkualitas yang menyebabkan adanya kesenjangan tersebut tidak hanya terjadi pada manajer tingkat menengah, tetapi juga pada tingkat pemula dan kepemimpinan di kalangan eksekutif senior.
Untuk tingkat pemula, pada 2011 jumlah ketersediaan pekerja memang lebih tinggi 5% dibandingkan kebutuhannya, namun di 2020 kondisi berbalik ketika perusahaan justru kekurangan sekitar 17% jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menempati posisi pemula. Tidak hanya dari sisi kuantitas, dari sisi kesenjangan kualitas juga akan menjadi tantangan terbesar bagi perusahaan untuk mengembangkan kemampuan para karyawannya.
Begitu pula pada tingkat senior, meski secara jumlah kekurangannya hanya 6% atau lebih rendah dibandingkan dua posisi sebelumnya, namun banyak kandidat di kalangan eksekutif senior yang dinilai kurang memiliki pengalaman global serta kemampuan memimpin yang dibutuhkan untuk meraih kesuksesan.
“Namun yang paling kekurangan baik secara kualitas maupun kuantitas terutama untuk kandidat manajer pada tingkat menengah yang kesenjangan paling tinggi mencapai 56%. Jika tidak bisa diatasi akan banyak perusahaan yang tertinggal,” ucapnya Selasa (28/5/2013).
Bernd mengatakan akar dari kesenjangan tenaga kerja tersebut terjadi karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi akan masuk dalam 15 besar dunia dalam satu dasawarsa mendatang, banyak perusahaan yang berkembang dan bertumbuh, selain itu pertumbuhan pada sektor jasa pun akan semakin cepat.
Sementara itu, sistem pendidikan di Indonesia dalam mempersiapkan pelajar menghadapi dunia kerja semakin lemah. Pasalnya, hanya 22% dari populasi usia kuliah di Indonesia yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas. Presentase tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Brazil, Rusia, dan China.
“Pada 2020, 55% pekerjaan di Indonesia membutuhkan bidang administrasi dan manajerial yang saat ini kebutuhannya hanya 36%. Namun sayangnya, Indonesia tidak cukup memenuhi kebutuhan tersebut, karena kurangnya kandidat yang berkualitas.”
Di samping itu, dia juga menilai bahwa bakat dan leadership di Indonesia menjadi satu tantangan tersendiri. Di dalam laporannya, BCG membuat pemetaan ada tiga hal yang kebutuhannya sangat tinggi namun kapasitas di Indonesia malah rendah, yakni mengelola bakat, meningkatkan pengembangan kepemimpinan, dan mengubah SDM menjadi mitra strategis.
Dean Tong, Partner and Managing Director BCG Jakarta menambahkan, selain hal di atas tantangan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pun semakin diperburuk dengan kenyataan bahwa hampir 60% karyawan yang baru bekerja berganti pekerjaan pada tiga tahun pertama.
“22% berpindah satu kali kerjaan; 29% diantaranya telah berpindah dua sampai tiga kali; 6% lainnya telah mencoba hingga tiga pekerjaan dari perusahaan yang berbeda. Dan hanya 42% bertahan, yang mana hanya 20% pekerja yang merasa nyaman dengan pekerjaannya,” tutur dia dalam kesempatan yang sama.
Meski demikian, sambungnya, kondisi tersebut dapat diatasi bila perusahaan berani untuk melakukan perubahan sehingga meninggalkan kompetitor yang kurang berpandangan jauh ke depan. (ltc)