Bisnis.com, JAKARTA - Anda kerap menemui jalan buntu saat akan memulai usaha. Namun, banyak juga orang bertanya: Haruskah menjadi pengusaha harus banyak uang dulu atau koneksi atau dua-duanya. Berikut kiat sukses sejumlah pengusaha sukses: Jebrettt...
James Riady, CEO Lippo Group: Papa sekolah filsafat di Nanjing, RRC [China]. Dia sangat mendalami filsafat timur Lao Tze, Confucius, dan Mencius. Jadi, itu kental sekali dalam ajaran papa ke anak-anaknya baik di rumah maupun di tempat kerja.
Filsafat itu mendorong setiap orang harus menghormati orang tua, guru, pejabat, orang yang lebih senior dan hidup itu harus kerja keras. Etika hidup harus dijaga dan harus ditingkatkan terus. Ajaran menabung, dan harus menghemat. Itu semua menjadi suatu hal yang sangat kental. Itu jelas sekali dan bahwa seseorang itu harus punya jiwa berjuang. Fighting spirit. Itu yang sering dikatakan papa.
Jiwa berjuang itu berarti harus memiliki filsafat yang benar untuk mendorong fighting spirit yang tinggi. Itu yang kita dapat. Jadi sedari dulu, setiap hari memang kerja keras, harus berupaya, harus berindustri, harus berbisnis, kerja sesuatu harus bernilai tambah, dan sebagainya.
Namun apa yang berbeda adalah memberikan suatu arah dan isi. Karena kalau kita hemat akhirnya menjadi pelit. Hemat itu baik tapi kalau kemudian menjadi pelit, artinya lain lagi.
Kerja keras untuk siapa? Kalau untuk diri berbeda dibandingkan dengan kerja keras untuk masyarakat luas. Jadi, filsafat timur ini sangat membekali manusia untuk maju dan berkembang, tetapi tanpa sistem nilai yang jelas yang diberikan oleh agama, itu jadinya tak punya arah dan isi.
Jadi, ada peran Tuhan di dalamnya untuk memberikan arah dan isi? Yes, right. That's it! Sebagai pengusaha atau entrepreneur apa yang memberikan kepuasan paling dalam? Yaitu pada saat kita tahu bahwa tujuan akhirnya adalah bagaimana kelompok Lippo ini bisa memberi berkat kepada bangsa melalui kesehatan dan pendidikan dan di dalam interaksi di masyarakat, kami bisa menjadi bagian yang memengaruhi sistem nilai masyarakat. (Bisnis Indonesia)
Bob Sadino, bos Kemchicks Group: Modal sering menjadi hambatan bagi yang ingin berwirausaha?Rata-rata kalau orang bicara modal, langsung otaknya bilang duit. Orang yang lebih canggih lagi, kalau bukan duit ya benda-benda modal seperti pacul, pikulan, atau becak. Itu modal yang bisa dilihat, dipegang, dirasakan, modal tangible. Ada modal yang tidak bisa dilihat, dirasakan, dipegang. Umpamanya modal keberanian, kemauan, tekad. Saya pribadi, dari mana mulainya? Ya, dari yang tidak kelihatan tadi.
Soal ketidakberanian mengambil risiko, jika berdasarkan perhitungan risikonya terlalu besar. Karena saya berangkat tanpa perhitungan apa-apa, bagaimana saya mau mengitung kalau duit saya tidak punya? Modal saya hanya kemauan, tapi saya punya kaki punya tangan, terus saya melangkah, saya berbuat!
Apa cukup mengandalkan keberanian ambil risiko saja?Salah satunya iya. Kalau orang biasanya menghindari risiko, saya masuk kategori orang yang mencari risiko, kan? Masa bodoh akibatnya, yang saya cari itu risiko. Silahkan terjemahkan….”
Pernah mengalami kegagalan dalam usaha?Ini pertanyaan yang sangat lucu… Kegagalan itu sudah termasuk dalam usaha. Cari risiko berarti cari kegagalan, kan? Berusaha itu modalnya bukan duit. Duit itu nomor ke seratus kali!”
Rata-rata orang Indonesia masih berpikir untuk jadi pegawai saja. Termasuk mereka yang sudah selesai sekolah, sarjana-sarjana itu. Kebanyakan orang tidak mau dipicu dan dipacu mental kewirausahaannya. Karena tidak mau, ya pendekatannya harus beda. Ya, keteladanan saja. Kalau orang melihat Anda berhasil, Anda hanya bisa berharap orang lain mengikuti Anda. Itu saja! (distan.majalengkakab.go.id)
Chief Executive Officer (CEO) MNC Group, Harry Tanoesoedibjo: Ada empat poin yang harus menjadi prinsip berbisnis dan karier. Pertama, fokus pada kualitas dan tidak sekadar pada kuantitas.
Kedua, kecepatan mengambil keputusan. Ketika Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melelang aset-aset perusahaan yang terlilit utang, dirinya cepat memutuskan untuk membeli beberapa perusahaan.
Lalu mengelola dan melakukan restrukturisasi. Sebagian dijual kembali setelah sehat dan ada yang dipertahankan. Kualitas dan kecepatan harus dilakukan bersama. Kalau tidak cepat, orang lain yang lebih duluan.
Ketiga, introspeksi. Kita harus mampu membangun diri kita sebagai insan yang lebih rajin, dan disiplin. Kita lihat diri kita. Kenali dan juga bergaullah dengan lingkungan yang tepat.
Keempat, percayalah pada proses. Sukses bukanlah seperti aritmatika alias tidak linier. Bisnis dan karier bukan seperti bertambah satu demi satu. Tetapi, bisa cepat dan melompat, bisa juga melambat dan menurun.
Rejeki itu dari Tuhan. Namun, harus diingat bahwa ada juga bagian yang harus kita kerjakan yaitu usaha. Burung pun untuk makan harus terbang. (persatuanindonesia.or.id)
Mooryati Soedibyo, pendiri PT Mustika Ratu Tbk: Sempat berbagi kisah suksesnya. Sumber kesuksesan adalah pola pikir. Berhasil atau tidaknya seseorang menjalankan usaha, tergantung dari pola pikir yang diterapkan karena pola pikirlah yang mempengaruhi perilaku dan motivasi seseorang.
Banyak pelaku usaha yang sebetulnya memiliki ide yang brilian, tetapi sering kali mereka membatasi pemikiran dan kreativitasnya karena merasa sulit untuk diterapkan. Padahal pemikiran tersebut justru malah akan menutup kesempatannya untuk menjadi lebih unggul dan berkembang.
Oleh karena itulah, seorang pelaku usaha harus mengandalkan pikiran yang konstruktif, tetap yakin dengan diri sendiri dan jangan pernah berpikir mustahil untuk melakukan suatu inovasi. Sebab, seringkali kegagalan berasal dari ketakutan-ketakutan yang hanya ada dalam pikiran semata.
Tentu saja, ide dan pola pikir unggul tersebut akan muncul ketika seseorang benar-benar memiliki passion yang kuat untuk menjadi pelaku usaha, bukan sekedar ikut-ikutan tren atau fenomena yang sedang terjadi.
Selain itu, dengan adanya passion, seorang pengusaha akan memiliki tekad yang kuat mengejar keunggulan dan terus konsisten menciptakan sesuatu yang baru yang belum pernah dilakukan oleh orang lain.
Arifin Panigoro, pendiri kelompok usaha Medco Group: Selalu berpikir besar. Orang lokal pun harus diberi kesempatan untuk mendapatkan proyek-proyek besar. Kenapa tidak? Berawal dari berpikir besar inilah kami mulai mengambil tindakan untuk mewujudkan visi. Saya memiliki keyakinan bahwa orang lokal pun mampu mengerjakan proyek besar.
Berpikir besar pun terlihat saat saya berani menawar peralatan seharga US$ 4 juta, padahal “hanya” punya uang US$ 300.000. Namun dengan keyakinannya, peralatan itu pun berhasil didapatkan. Keberhasilan mendapatkan peralatan ini, tentu saja didukung oleh kemampuan bersilaturhmi dan bernegosiasi.
Orang yang berpikir besar akan berani mengambil resiko. Saya dengan berani membeli beberapa ladang minyak dengan harga jutaan dolar. Padahal belum tentu akan menghasilkan minyak yang sepadan. Setelah itu, minyak mengalir setiap hari seiring uang yang masuk ke kantong. Tidak cukup menjadi “raja minyak”. Saya pun menengok bidang pertambangan dan juga meraih sukses. Inilah kekuatan berpikir besar. (motivasi-islami.com)
Baca juga: