Bisnis.com, JAKARTA - Kegigihan Ciputra, bos Ciputra Group, menjadi seorang entrepreneur tidak perlu dipertanyakan lagi. Didorong oleh semnagat “Mengubah sampah menjadi uang, menjadi emas…” mendorongnya dirinya untuk maju dan berguna bagi banyak orang.
Tidak terbayangkan, jika mental ingin mengubah sampah menjadi uang atau emas tidak ada padanya, rasanya, sulit Ciputra Group akan berdiri kokoh di tengah persaingan bisnis property yang semakin ketat. Dan, tidak bisa dibayangkan juga, tanpa semangat entrepreneurnya, Taman Impian Jaya Ancol, yang dulu begitu kental dijuluki tempat jin buang anak atau adanya kisah Si Manis Jembatan Ancol, kini menjadi sebuah tepat hiburan paling terkenal di Jakarta.
Kini Jaya Group, Metropolitan Group dan Ciputra Group –yang sempat limbung dan nyaris runtuh saat terjadinya krisis ekonomi pada 1997- kini kian diperhitungkan oleh para kompetitor. Ciputra tetap berlari. Segudang idea tau inovasi pun diluncurkannya. Tak ayal jika kemudian dia selalu menjadi yang terdepan.
Dia mengakui, faktor keluarga dan lingkungan kerja dapat mencetak seseorang menjadi wirausahawan. Namun, yang menarik adalah pesan yang mampu memotivasi banyak orang yang hendak maju: Tidak ada kata terlambat untuk menjadi pengusaha.
Bahwa faktor keluarga atau kondisi kehidupan yang cukup memprihatinkan dapat menjadi pemicu bagi seseorang untuk berjuang keras mencapai kesuksesan hidupnya. Mengubah sampah menjadi uang merupakan salah satu prinsip pengusaha yang perlu diterapkan.
Jadi, jangan melihat pada apa yang ada pada kita. Namun, jika ingin maju, lihatlah mampu atau tidak kita melakukan itu. Jika mampu, jangan pernah takut gagal yang dianggap Ciputra adalah hal biasa dalam perjuangan. Namun, maju dan maju…Terpenting harus kreatif, inovatif dan bertekad untuk melahirkan sesuatu yang berguna bagi banyak orang.
Ia telah membuktikan hal ini dengan mendirikan tiga grup perusahaan yang sukses melampui tiga periode politik, yakni orde lama, orde baru, dan orde reformasi. Meskipun pada krisis moneter 1997, ketiga grup perusahaannya sempat menurun, tapi dengan jiwa entrepreneur yang dimilikinya ketiga perusahaan itu bangkit lagi.
"Dari tiga grup perusahaan itu, kini sembilan perusahaan sudah go public dan kemudian apda tahun depannya dua perusahaan go public lagi," kata anak desa yang tidak dibesarkan di lingkungan pengusaha ini dalam seminar internasional The Importance of Agriculture Entrepreneur Education in Indonesia: From Vision to Action di IPB International Convention Center (IICC), Bogor belum lama ini.
Padahal, alumnus Fakultas Teknis Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, ketika memulai karirnya di Jaya Grup, yakni perusahaan milik Pemerintah DKI Jakarta, hanya memiliki modal sebuah sepeda motor butut. Namun, ia dipercaya pemerintah DKI Jakarta untuk mengelola Jaya Grup dengan kebebasan dan kreativitasnya.
"Untuk membangun jiwa entrepreneur diperlukan, integritas, kreatif dan inovatif, bekerja keras dan disiplin, memiliki perhitungan yang matang, serta berani menempuh risiko," katanya.
Hal lain yang harus ditumbuhkannya, kata dia, adalah sikap optimisme dan berpikir positif. "Kita harus yakin, bahwa kita mampu dan kita harus yakin Tuhan bersama kita," kata raja real estate Indonesia tersebut.
Baca juga:
- Ciputra Way: Jangan Tunggu Keajaiban
- Ciputra Way: Jangan Tunggu Keajaiban