Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Susu Kedelai Segar: Jalan Panjang Suprayetno Berbisnis 'Soyaku Niki Sae'

Pamor minuman dari bahan kacang kedelai yang biasa disebut susu kedelai atau soya milk belakangan semakin naik daun. Kendati pemainnya belum sebanyak susu sapi, semakin banyak pelaku usaha yang melirik bidang ini sebagai bisnis yang menghasilkan.
Soyaku Niki Sae: dikemas dalam ukuran cup yang berbeda dibanding produk lain/dok-Suprayetno
Soyaku Niki Sae: dikemas dalam ukuran cup yang berbeda dibanding produk lain/dok-Suprayetno

Bisnis.com, JAKARTA -- Pamor minuman dari bahan kacang kedelai yang biasa disebut susu kedelai atau soya milk belakangan semakin naik daun.

Kendati pemainnya belum sebanyak susu sapi, semakin banyak pelaku usaha yang melirik bidang ini sebagai bisnis yang menghasilkan.

Fakta bahwa susu kedelai mengandung nilai gizi tinggi membuat banyak orang semakin doyan mengkonsumsinya. Apalagi kalangan yang alergi terhadap susu sapi. Susu soya pun menjadi alternatif sumber protein.

Susu kedelai juga disebut baik untuk pertumbuhan anak-anak dan kesehatan ibu menyusui. Itu sebabnya orang-orang semakin rajin membuat susu kedelai segar sendiri di rumahnya.

Tetapi, banyak orang yang tidak mau repot-repot mengolah kacang sendiri karena butuh waktu yang lumayan panjang. Mereka memilih membeli susu kedelai daripada harus mengolahnya.

Hal inilah yang ditangkap sebagai peluang bisnis oleh para pelaku usaha yang membuat susu kedelai segar siap minum.

Suprayetno, adalah salah satu pelaku usaha yang terjun dalam produksi susu kedelai segar di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Pria 59 tahun asal Wonogiri, Jawa Tengah, ini mengambil positioning produknya sebagai produsen susu kacang kedelai tanpa pemanis dan pengawet.

Sistem produksi dilakukan dua kali sehari, pagi dan sore. Karena itu dia menjamin susu kacang dengan merek Soyaku Niki Sae yang sampai di tangan konsumen bisa tetap fresh.

“Banyak yang enggan minum susu kacang karena melihat di televisi proses pembuatannya ada yang dicampur pemutih, perasa dan pengawet. Tapi saya tidak seperti itu, proses pengolahan yang saya lakukan homemade dan tanpa pewarna, pemanis buatan ataupun pengawet,” katanya kepada Bisnis.

Ayah tujuh anak ini berujar, dia masih mempertahankan sistem produksi yang sama seperti saat pertama kali memulai usahanya pada 2006 lalu.

Kacang kedelai dibersihkan dan dipilih bagian yang utuh, lalu direndam 6-8 jam. Setelah itu kacang ditiriskan, dicuci kembali dan direbus sebentar sampai mendidih untuk menghilangkan bau langu.

Kemudian kacang digiling pakai blender sampai halus, diperas, dan dimasak kembali dengan campuran daun pandan sambil terus diaduk. Kalau sudah matang tinggal dicampur gula dan garam, lalu disaring kembali.

“Setelah didinginkan sebentar, susunya dikemas dan dipasarkan langsung, bisa dalam kondisi hangat atau dingin. Saya tidak titipkan di toko-toko sehingga Soyaku yang sampai di konsumen selalu dalam keadaan segar,” tuturnya.

Ketika baru merintis usahanya, Suprayetno sempat kesusahan memasarkan Soyaku. Saat itu masyarakat sekitar belum mengenal susu kedelai dan tidak mengetahui khasiatnya. Apalagi di lokasinya juga belum ada yang pernah menjual susu kacang segar.

Perlu waktu sekitar enam bulan untuk mengedukasi pasar. “Jangankan membeli, saya kasih gratis pun awalnya mereka tidak mau,” tuturnya.

Setelah mendapat izin Depkes, publik menjadi lebih yakin akan produknya. Bahkan ketika Soyaku mulai laris, beberapa pelaku usaha lain terdorong meniru jejak Suprayetno.

Dalam kondisi persaingan mulai ketat, dia mencari cara untuk tampil beda. Salah satunya dalam bentuk kemasan produk. Awalnya dia tidak memikirkan merek dan hanya mengemasnya dalam bentuk cup biasa ukuran 220 ml.

Akhirnya, untuk memudahkan konsumen mengenal produknya, dia mencari cup ukuran 130 ml yang jarang di pasaran. Cup itu didapatnya dengan membeli langsung dari pabrik. Selain itu dia juga menempelkan merek Soyaku untuk membedakan produknya dari yang lain.

Usaha itu berhasil. Susu kedelai segar buatannya mulai diterima masyarakat dan punya penggemar setia. Pasar yang dibidiknya adalah kalangan masyarakat umum dari anak-anak hingga dewasa.

“Pemasarannya saya lakukan di tempat yang ramai seperti di pasar-pasar kota. Saya juga menawarkan produk ke kantor-kantor pemerintahan di kabupaten,” katanya.

Produknya sering diikutkan dalam pameran di lingkup Provinsi Sumatra Utara termasuk ketika ada event Kementerian Pertanian atau Pemprov di kota Medan.

Suprayetno juga beberapa kali mengikuti perlombaaan kewirausahaan tingkat nasional di Jakarta sehingga produknya semakin dikenal.

“Saya juga terbuka mendengar masukan-masukan orang terhadap produk saya. Pernah ada yang kasih masukan agar serat minuman ini sebaiknya ditambah, artinya airnya dikurangi agar Soyaku tidak hanya menjadi minuman melegakan tetapi juga menyehatkan,” katanya.

Permintaan yang terus bertambah membuat produksi Soyaku terus meningkat. Saat ini dia mampu memproduksi sekitar 25.000 cup per bulan.

Suprayetno merekrut masyrakat sekitar untuk membantunya, baik dalam pengolahan maupun penjualan. Saat ini karyawannya di bagian produksi ada delapan orang, sementara untuk penjualan ada tujuh orang.

Mereka membantu memasarkan Soyaku ke sekitar 10 kecamatan di daerah Langkat dengan sistem bagi hasil. Harga jual yang dibanderol ke konsumen Rp2.000 per cup.

Dari jumlah itu, Suprayetno mendapatkan Rp1.500 sementara para sales mendapatkan Rp500 per cup. Setiap bulannya omzet yang didapat Suprayetno dari penjualan susu kedelai segar berkisar Rp37,5 juta.

“Laba bersih yang didapat bisa hampir separuhnya,” tuturnya.

Ke depan, Suprayetno bercita-cita membesarkan usahanya agar susu kedelai segar bisa menjangkau konsumen yang lebih luas.

Beberapa minimarket sudah pernah menawarkan kerja sama. Tetapi Suprayetno belum menerimanya karena keterbatasan kapasitas produksi.

Kendala yang dihadapi mantan penarik becak ini, antara lain, kurangnya modal usaha serta ketersediaan bahan baku kacang kedelai yang juga terbatas.

Kacang kedelai yang dia gunakan adalah kacang lokal hasil produksi petani di wilayah sekitarnya.

“Saat ini saya juga masih berupaya mengajukan bantuan permodalan untuk membeli mesin-mesin produksi berteknologi tinggi supaya produk yang dihasilkan bisa lebih tahan lama meski tanpa campuran bahan pengawet,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper