Bisnis.com, JAKARTA - Berinvestasi di masa seperti ini? Yang bener saja!” Begitulah, ada orang yang takut sekali berinvestasi, apalagi di masa-masa ekonomi sulit seperti sekarang.
Memang kalau kita bicara soal perilaku investasi, ada dua tipe orang. Ada yang terlalu perhitungan, tetapi ada juga yang terlalu kebablasan. Ujung-ujungnya investasinya justru menyengsarakan hidupnya. Namun, hidup memang perlu berinvestasi. Pada masa apapun. Ilmu pertanian mengajarkan kepada kita, “Kalau kita ingin menuai, maka kitapun harus menabur.” Nah, mari kita bicara soal investasi personal macam apa sajakah yang perlu kita lakukan dalam kehidupan ini.
Banyak orang menyebut situasi saat ini sebagai krisis. Tak heran, banyak tulisan seputar krisis menghiasi koran dan majalah. Hal yang paling wajar adalah menjual atau menahan, tetapi bukan lagi investasi. Makanya, baru-baru ini saya menerima sebuah email, “Perusahaan kami sedang tight money policy, semua training dan pendidikan disetop. Pokoknya jualan, gimana menghasilkan sebanyak-banyaknya. Ibarat kuda, kami terus dipacu berlari, tetapi enggak dikasih rumput yang bagus!”
Ada nasihat para bijak yang mengatakan, kalau mau sukses luar biasa, justru kita harus mampu melakukan hal yang berbeda dengan orang normal pada umumnya.
Saya pun teringat saat ke Lampung di masa krisis 1998. Saya pernah bertemu dengan seorang dari Swiss. Pekerjaannya aneh. Justru di masa krisis, dia mewakili perusahaannya membeli perusahaan dan dibereskan manajemennya, untuk kemudian dijual lagi. Jadi, kalau belajar prinsipnya, justru tatkala orang lain menahan diri dan tidak mau investasi, mereka melihatnya sebagai peluang penting untuk investasi.
Bagaimana dengan diri kita?
Sebenarnya, terlalu terlambat untuk mengkhawatirkan dan mencemaskan hasil kita sekarang. Justru apa yang kita petik sekarang adalah hasil dari apa yang telah kita investasikan di masa-masa sebelumnya. Ingatlah, what you’re enjoying right now, is equal to what you’ve invested.
SAYA TIDAK PUNYA UANG!
Banyak orang yang bilang begini, “Saya enggak punya uang, jadi enggak dapat investasi”. Namun, apakah benar demikian? Malahan menurut saya, sebenarnya uang, hanyalah salah satu dari hal yang dapat kita investasikan. Paling tidak, kalau saat ini dikatakan situasi krisis di mana rata-rata kondisi bisnis slow down, penjualan menurun, minat beli melemah dan produksi berkurang, justru inilah timing yang tepat untuk ‘menggenjot’ investasi pada diri kita.
Nah, apa sajakah yang sebenarnya dapat kita investasikan? Paling tidak, ada lima hal yang sebenarnya dapat kita investasikan, yakni pikiran, waktu, uang, energi, dan prioritas.
Pikiran, bagaimana kamu menginvestasikan pikiranmu? Waktu, bagaimana kamu menginvestasikan dan menggunakan waktumu? Uang, bagaimana kamu menginvestasikan dan menyimpankan uangmu? Energi, bagaimana kamu menginvestasikan dan mengalokasikan energi terbesarmu? Prioritas, bagaimana kamu memprioritaskan tujuanmu di masa-masa seperti sekarang?
Prinsipnya sederhana. Justru pada saat kebanyakan orang akan berhenti, melemah dan beristirahat, itulah waktu yang tepat untuk melatih dan menginvestasi energi, waktu maupun uang kita. Dengan demikian, tatkala kondisinya membaik, dan kesempatan baik akhirnya tiba, justru kitalah yang paling siap dan mendapatkan paling banyak keuntungan.
Di sinilah berlaku prinsip trade off juga, yakni menukar kesenangan dengan sesuatu yang kita prioritaskan, meski itu sakit rasanya. Dengan menginvestasikan waktu dan energi (dan mungkin keuangan) dari diri kita di masa-masa sekarang, serta menukar segala kesenangan dan istirahat yang dapat kita lakukan, kita menyambut peluang dan kesempatan. Jadi, berpikirnya bukan soal kondisi yang sulit sekarang ini, tetapi masa depan yang cerah, yang akan datang.
Dalam hal ini, kita dapat belajar dari Larry Bird, salah seorang pemain NBA legendaris yang terkenal dengan tembakan tiga angkanya. Tatkala temannya santai dan melepaskan lelah sepulang sekolah, dia memaksa dirinya latihan tembakan minimal 100 kali tembakan, sebelum pulang. Dan, tatkala kesempatan menjemputnya, dia pun mampu menyambutnya. Inilah hasil dari investasi waktu dan tenaga yang telah dilakukannya.
PRINSIP INVESTASI DIRI
Pertama-tama, ingatlah prinsip investasi keuangan yang mengatakan, “Normal return, follow the crowd! Extraordinary return, against the crowd!” Dikatakan, seringkali mereka yang suksesnya luar biasa, justru mereka yang melawan yang umum. Contohnya, jika umum menjual, dia justru membeli.
Begitu pula, tatkala di masa krisis, orang berhenti belajar. Orang beristirahat karena slow down. Inilah waktu untuk lebih giat, juga waktu memacu diri karena umumnya orang akan beristirahat, slow down ataupun berhenti. Bagi kebanyakan, krisis diartikan sebagai in-active atau tidak melakukan apapun. Lakukanlah sebaliknya.
Penting juga dalam hal menginvestasikan sesuatu, kita tahu bedanya antara harga (price ) dengan nilai (value). Ada yang harganya mahal, tapi tidak bernilai. Mungkin makanan tidak sehat (junk food), dapat kita jadikan sebagai contoh.
Namun, ada juga barang atau sesuatu yang tampaknya mahal, tapi nilainya begitu tinggi di masa mendatang. Sebagai contoh, baru-baru ini saya mengikuti training beberapa hari senilai Rp50 juta di Filipina. Kelihatannya mahal. Akan tetapi, kalau dibandingkan dengan nilai yang akan saya peroleh, harga Rp50 juta itu sebenarnya amatlah kecil. Inilah contoh nilai yang melebihi harga.
Nah, begitu pula dalam hal berinvestasi. Kita pun mesti cerdik. Dan selalulah berpikir ke depan. Jangan terpaku dengan kondisi kriris saat ini. Segalanya sudah terlambat untuk sekarang. Lebih baik, pikirkan ke depan. Pikirkan, pada saat segalanya kembali membaik, apakah hal yang dapat kamu invesasikan sekarang yang justru akan menguntungkan dirimu?
*) ANTHONY DIO MARTIN, The Best EQ Trainer Indonesia, motivator, trainer dan direktur HR Excellency. www.hrexcellency.com