Bisnis.com, JAKARTA - Pendiri Lippo Group Mochtar Riady termasuk tokoh yang optimistis bahwa perlambatan perekonomian Indonesia akan segera pulih dalam hitungan dua tahun ke depan. Bahkan dia menilai kini saatnya bagi Indonesia untuk ‘tinggal landas’.
Ini berangkat dari analisisnya atas fundamental perekonomian China. Apa saja sharing-nya soal China? Dan apa kiat sukses nya membangun bisnis? Berikut penuturannya kepada Bisnis di sela-sela wawancara baru-baru ini.
Menurut Anda, bagaimana China bisa membangun ekonomi menjadi seperti sekarang ini, terbesar [kedua dunia]?
Ada satu titik di Shenzhen, di sebelahnya Hong Kong. Pertanyaan saya kenapa [mereka] tidak mulai di Shanghai? Shenzhen itu hanya kota kecil dengan 20.000 penduduk di sana, itu kota nelayan. Coba you pikir, pembangunan ekonomi Tiongkok itu tidak dari Shanghai tapi Shenzhen. Shanghai itu kota besar sudah complicated. Manusia di dalam ini susah diatur. Nah, begitu dibuka di Shenzhen sambung dengan Hong Kong yang ekonominya jenuh. Begitu ini dibuka, langsung Hong Kong memanjangkan bisnisnya ke Shenzhen.
Dalam konteks di Indonesia, kira-kira bisa dimulai dari mana?
Bekasi, Cikarang, dan Karawang itu adalah Shenzhen of Indonesia. Banyak orang tidak memperhatikan. Di sana [Bekasi, Cikarang, Karawang] menghasilkan 1 juta mobil satu tahun. Di situ, you bisa lihat betapa besar, 10 juta sepeda motor! Di dunia, ada kota mana yang bisa begitu? hanya di sini. Maka itu kalau mau membangun ekonomi Indonesia harusnya di situ. Ini karena di sini sudah begitu matang.
Sekarang adalah, ini pantai, tempo hari sudah disetujui Cimalaya kok di setop? Itu aneh, mestinya ini harus dibangun. Tanah di sekitar harus dibangun, menyambung dengan pelabuhan, di sini bangun pabrik baja, semua besi ada. Begitu menghasilkan kirim ke pabrik mobil. Efisiensi langsung meningkat. Dalam mobil, bahan plastik pabrik petrokimia bangun di situ. Langsung kirim ke mobil, langsung efisien. Kita langsung jaya. Enggak ada satu negara yang bisa lawan kita. Ini saja yang dibereskan semua menjadi beres. Thats all.
Lippo belakangan sangat fokus pada pendidikan dan kesehatan. Sebenarnya apa pertimbangan untuk masuk ke dua sektor ini?
Saya pada 1991 masih memiliki atau menjalankan BCA dan Bank Lippo. Tahun 1991 kebetulan saya baru pisah dengan Om Liem di BCA. Jadi kami bertukar, saham om Liem di Lippo kasihkan saya, saya punya saham di BCA kasih dia. Pisah.
Pada saat itu Indonesia mengalami resesi. Banyak perusahaan kita bermasalah, tak bisa bayar utang, tanah dikasih ke kita, tanah ini (Lippo Karawaci) punya Batik Keris. Nah, pada saat itu 5 km setelah itu Slipi itu semua sawah tidak ada perumahan sama sekali, sepi semuanya dan tanah ini mau diapakan ini, dijual enggak bisa, dibangun mau dijual ke siapa. Pusing.
Satu lagi tanah di Cikarang 53 km ke sana 5.300 ha. Itu adalah tanah Kadin, teman-teman Kadin yang memiliki itu untuk kawasan industri dipimpin oleh Pak Sukamdani. Satu hari Pak Sukamdani [Sukamdani Sahid Gitosardjono] telepon saya, “Pak Mochtar, ini kacau, kamu bikin kami susah. Kamu datang ke sini”. Saya datang ke sana bertemu lalu beliau bilang 'Pak Mochtar dulu you yang suruh saya kan untuk membangun kawasan industri.”
Memang waktu itu saya sarankan kepada Menteri Tungki Ariwibowo dan kepala BKPM. Beliau ini minta saya mendampingi ke Hong Kong, Taiwan untuk promosi investasi. Setelah mereka mau investasi, 2 tahun mereka diam-diam saja.
Pak Tungki telepon saya. Saya pergi ke Taiwan dan Hong Kong tanya lagi kepada investor. “Kamu 2 tahun lalu sudah janji ke Indonesia sekarang tidak pernah terwujud?”. Mereka [investor] ini bilang Indonesia ini kacau. Mau beli tanah setelah beli minta izin itu bisa tahunan lamanya. Izinnya ini dan itu. Begitu susah. Kalau investasi ke Shenzhen begitu masuk sudah ada gedung, listrik, gedung mau beli boleh, mau sewa boleh, satu bulan sudah jalan. Di sini dua tahun pun enggak bisa apa-apa.
Langkah apa kemudian Anda lakukan?
Saya melapor ke menteri. “Pak situasinya seperti begini.” Pak menteri bilang kita juga ada kawasan industri Pulo Gadung. Saya kembali ke mereka, kami ada di Pulo Gadung. Mereka bilang sami mawon. Mereka minta izin didiamkan. Tanya, ada yang salah, tunggu lagi, ada salah, tidak diberitahu sekaligus. Tapi satu-satu. Jadi urus izin bisa bulanan.
Saya lapor lagi ke Pak Tungki. Pak, Pulo Gadung juga tidak berguna. Satu-satunya adalah dibangun kawasan industri swasta. Runding dengan Pak Harto [presiden Soeharto] setuju. Dibikinlah. Kadin diberi satu. Itu Lippo Cikarang sekarang dan Jababeka, ini dua.
Ini adalah Pak Sukamdani, orang Kadin secara ramai-ramai, tapi tanah sudah bebas, tidak mengerti bagaimana memasarkan, jadi enggak bisa bayar utang, enggak bisa dijual ini. Akhirnya bank paksa Pak Sukamdani untuk bayar. Pak Sukamdani tegur saya, ha-ha-ha. Gara-gara kamu ini, kamu harus bantu selesaikan ini. Pak Sukamdani itu sudah seperti kakak saya sendiri.
Saya bilang, oke-oke jangan marah sama saya. Jadi saya masuk. Terpaksa saya masuk 50% saham itu. Utang bank itu terselesaikan, baru saya pikirkan bagaimana membangun ini. Saya cari akal kemudian bikin tiga kavling masing-masing 300 ha. Seluas 300 ha saya minta Sumitomo yang kembangkan, 300 ha lainnya saya minta Korea dia yang tarik investor Korea, dan 300 ha lainnya saya minta Taiwan, dan 300 ha sisanya saya sendiri untuk dalam negeri. Jadi 1.200 ha ini dalam 2 tahun semua penuh, caranya adalah saya jual pokok, satu per meter itu hanya US$1. Saya 49% dia 51%, dia yang jalankan bisnisnya.
Apa konsep yang Anda tawarkan?
Di sini (Lippo Karawaci) setelah saya teliti, ke Singapura, Malaysia, Hong Kong, untuk riset membangun kompleks kaya apa. Setelah teliti, saya dalami, sebetulnya tahun 1968 Pak Harto membuka diri, mengundang asing masuk, kebanyakan industri ini di daerah sini tapi tidak dalam kawasan, maka daerah penunjang tidak ada. Maka saya pikir kalau saya bangun ini saya bisa tampung pemilik-pemilik perusahaan ini tidak perlu ke Jakarta tapi di sini, yang penting kalau mau pindah kemari dia nanya anak saya sekolah, sekolah di mana? Maka harus ada sekolah.
Kedua, kalau dia sakit ke mana? Harus ada rumah sakit, kemudian kalau belanja ke mana, harus ada mal. Di sini-lah maka saya sama sekali berbeda dengan konsep Pak Ciputra, saya harus ada tiga ini. Sekolah ini namanya Sekolah Pelita Harapan. Saya merasa harus sekolah internasional yang bagus saya datangkan 130 sekian guru dari Amerika untuk mengajar di sini. Tamatan SPH sekarang bisa masuk ke top 25 university di Amerika, rangking kita sangat baik.
Bagaimana dengan rumah sakit? Siloam berkembang sangat pesat, sampai buka ke luar negeri. Lalu bisnis lainnya. Bagaimana model bisnisnya?
Rahasianya adalah saya harus bisa membuat banyak orang ringan dan dapat service yang paling baik. prinsipnya hanya itu. Kalau saya bisa mengobati Anda di RS semuanya nyaman tapi harga BPJS mau datang ke saya enggak? Pasti Anda pilih kami, simple hanya itu saja. Untuk Bank, yang penting itu bagaimana meringankan beban nasabah, bagaimana meningkatkan efisiensi kita sendiri baru bisa memberikan harga paling murah itu kompetisi, simple saja.
Untuk sekolah, mungkin banyak orang tidak tahu Lippo ini ada 3 macam sekolah. Satu adalah sekolah pelita harapan (SPH) ini adalah sekolah internasional, tamatan kita ini semua bisa masuk dalam top 50 semua universitas di Amerika. Kemudian Dian Harapan, ini adalah lebih baik dari sekolah umum, tapi biaya hampir sama. Satu lagi namanya Lentera Harapan, ini yang semua di tempat pelosok, semua free, jadi di sini untung di subsidi ke sini, orang kaya tidak boleh kasih dia bebas dia harus bayar, ini yang di pelosok ini kami kasih free.
Sekarang saya merasa bahwa orang-orang Indonesia kerja di luar negeri menjadi TKI tidak ada skill. Padahal di dunia ini begitu kekurangan nurse, maka fakultas kedokteran kita mendirikan nursing school, setiap tahun saya kasih beasiswa 600 orang semua free, ambil siswa dari daerah miskin, kasih sekolah, selesai dia harus kerja sama Siloam 4 tahun, 4 tahun free kerja sama saya 4 tahun tapi dibayar, setelah itu kamu bebas. Selain itu, dia juga dapat diplomat dari Australia, jadi qualified menjadi nurse di luar negeri.
Kami juga membangun sekolah di pelosok tapi kendalanya tidak ada guru yang mau ke sana. Maka di UPH ada namanya teacher college ada 400-500 orang, semua free hanya syarat setelah tamat kamu harus kembali ke desa untuk mengajar di sana. Jadi, inilah bisa membuat orang-orang di pelosok itu supaya tidak senjang, dia juga bisa menikmati pendidikan yang baik.
Apakah sekarang pak Mochtar masih mengambil keputusan bisnis atau sudah diserahkan kepada anak-anak?
Saya mengikuti perjalanan Pak Harto. Saya melihat Pak Harto itu orang Indonesia yang paling pintar. Sayangnya akhirnya dia melakukan satu hal yang paling salah. Dia enggak pernah memikirkan bagaimana membina suksesornya. Beliau sendiri 30 sekian tahun di atas tahta sampai waktu berusia lanjut masih mikir. Mbak Tutut [putri Soeharto] jadi pengganti. Semua pihak enggak bisa terima, akhirnya timbul masalah kekacauan.
Di sini saya melihat suatu perusahaan yang berkembang baik, tidak bisa dianggap milik pribadi atau family saya. Karena perusahaan itu menyangkut ribuan orang yang hidup di situ. Secara tidak langsung juga kongsi dengan pemerintah. Pemerintah jadi pemegang saham istimewa, rugi dia tidak ikut, kalau untung dia dapat lewat pajak.
Di sisi lain sebagai pengusaha, saya tahu pemerintah punya saham di sini saya punya tanggung jawab untuk membuat besar, bisa menampung tenaga kerja banyak, saya juga berkesempatan membantu pemerintah melalui pajak. Oleh karena itu kalau anak saya tidak benar, tidak boleh memimpin perusahaan, hanya yang pintar saja yang boleh. Jadi, manajemen dan ownership itu dipisah, itu prinsip saya.
Apa yang menjadi filosofi atau rahasia sukses bisnis Anda?
Tahun lalu saya diundang oleh NUS, Singapore. Kuliah umum. Setelah kuliah umum ada tanya jawab. Ada satu saya kira dia dosen di situ- dia tanya saya, “Pak Mochtar setuju tidak, bisnis itu harus fokus dan diserahkan ke profesional. Tapi saya lihat Lippo itu bisnisnya tidak fokus. Begitu banyak, tidak fokus tapi so far so good. Bagaimana me-manage-nya? Apakah teori yang dibilang fokus itu salah?"
Saya bilang tidak salah. itu yang benar, bisnis harus fokus, fokus oleh orang yang mengerti kalau tidak mengerti jangan coba-coba. Rahasia saya adalah I know, I dont know. Ini filosofi saya. RS saya harus tahu saya bukan dokter. Saya enggak bisa manage sendiri, karena saya tahu bahwa saya tidak tahu bisnis RS ini. Saya harus pandai-pandai cari orang yang mengerti RS ini. Saya tahu Hypemart itu memiliki prospek yang baik, tapi saya enggak mengerti beli barang dari mana, harga yang benar saya enggak tahu. Kalau saya manage sendiri pasti saya celaka. Jadi saya harus cari orang yang mengerti dia yang jalankan.
Apa impian Anda yang belum terwujud?
Impian saya simple. Satu saya usaha, semaksimal supaya bisa menjadi teladan bagi anak cucu saya, itu saja. Jangan cerita yang muluk-muluk. Supaya anak cucu saya bisa ikuti cara kerja saya, perilakunya juga. Satu lagi supaya, saya bisa membangun lebih banyak sekolah dan rumah sakit. Ketiga, saya ingin sekali melihat tahun 2020 setelah itu bangsa Indonesia menjadi bangsa yang jaya!.
Pewawancara: Thomas Mola/Farodlillah Muqoddam/Roni Yunianto/Tomy Sasangka/Abraham Runga Mali