Siapa sangka, kain tenun khas Lombok yang biasanya hanya digunakan sebagai bahan pakaian adat bisa disulap menjadi salah satu bahan untuk mempercantik sepatu sneakers. Kekhasan kain tenun tersebut menjadi motif tersendiri bagi sneakers sehingga tidak banyak dijumpai di pasaran.
Berawal dari kegelisahan Rosmalia, Annisa, Sulton, dan Firdaus, anak muda asal Pulau Lombok terhadap kain tenun. Anggapan tua dan kuno yang melekat pada kain tenun coba dihapus dengan mengkombinasikannya dengan sneakers yang menjadi salah satu fesyen item anak muda.
Bermodalkan dana Rp9 juta yang dikumpulkan, empat anak muda tersebut membentuk merek sepatu sneakers SELO. SELO menggunakan kain tenun yang berasal dari Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Bima. Pemilihan tenun tersebut dianggap memiliki motif khas NTB serta kualitas kain yang baik. Kualitas kain, penting, mengingat tenun akan dipotong sesuai dengan jenis sepatu sehingga jangan sampai robek pada saat digunting.
“Sneakers itu anak muda banget, jadi kami coba kombinasikan tenun dan sneakers sehingga tenun tidak terkesan tua,” ujar Annisa kepada Bisnis.
Desain sneakers tenun SELO merupakan desain yang terbatas. Lantaran satu lembar kain tenun hanya dapat diproses menjadi satu kodi atau hanya 20 pasang sepatu. Kekhasan desain inilah yang menjadi nilai jual tersendiri bagi produk-produk SELO. Satu lembar kain tenun yang digunakan biasanya seharga lebih dari Rp500.000.
Dalam sebulan, SELO mampu menjual sneakers tenun hingga 100 pasang dengan omzet hingga Rp20 juta per bulan. Rata-rata satu pasang sneakers tenun dijual dengan harga Rp160.000 hingga Rp270.000 . Annisa menyebut, profit margin yang diperoleh SELO bisa mencapai hingga 50% per satu pasang sepatu.
Saat ini, proses pembuatan sneakers SELO masih dilakukan di pulau Jawa. Pasalnya, niat awal untuk menggandeng perajin sepatu yang ada di NTB belum dapat terlaksana lantaran terkendala kualitas dan harga.
Salah satu strategi pemasaran yang dilakukan SELO adalah dengan melakukan pendekatan ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di NTB, salah satunya Dinas Pendidikan. SELO berharap restu dari Dinas Pendidikan NTB agar dapat menjadikan produk sneakers SELO sebagai sepatu yang dipakai oleh siswa-siswi sekolah yang ada di NTB.
“Ini kan produk lokal, alangkah baiknya kalua nanti bisa jadi sepatu wajib yang diberikan sekolah kepada murid-muridnya. Jadi seragam semua,” ungkap Annisa.
Selain meraup rupiah, SELO juga berharap bisa menjadi bagian untuk mengenalkan kearifan lokal kepada anak muda melalui produk yang trendi namun tetap etnik. Di setiap kotak sepatu SELO diselipkan selembar pamflet berisi informasi dan pengetahuan tentang motif tenun serta cara mencuci tenun. Sehingga, para pembeli sneakers bisa merawat sepatu tenunnya dengan cara yang tepat.
Saat ini, konsumen yang membeli produk sneakers SELO baru dilayani melalui pembelian online di akun Instagram @selosepatuetnik dan beragam bazaar yang diikuti. Sneakers tenun ini diminati oleh anak muda yang berasal dari Pulau Jawa.
Annisa berharap kedepannya, pemerintah daerah dan industri keuangan bisa mengucurkan dana modal untuk SELO sehingga bisa berproduksi lebih besar dan mampu melayani pesanan dalam jumlah yang lebih banyak.
“Tahun depan semoga bisa meningkat setidaknya jadi 150 pasang per bulan. Mengingat belum ada sneakers yang dipadankan dengan tenun. Kalau flatshoes dan dari batik itu sudah banyak,” harap Nisa.