Meski sempat enggan untuk melanjutkan usaha orangtua, akhirnya Wahyudi Sach Pramono menyerah dan bersedia untuk meneruskan bisnis bakso yang sudah dijalankan orang tuanya sejak 1966.
Dengan tetap membawa merek Bakso Aziz. Wahyudi berusaha merombak bisnis warisan orang tuanya dengan berbagai inovasi. Hal ini ditandai dengan jumlah varian bakso yang dijual di kiosnya mencapai 100 macam.
“Ada bakso keju, urat, halus, telur, bolognese, kacang, serundeng, udang, hingga kelapa muda. Varian bakso yang sedang dicari banyak konsumen adalah keju dan cabai, tetapi secara tahunan penjualan lebih banyak disumbangkan oleh bakso halus dan urat,” ujarnya.
Adapun, Bakso Aziz dijual dengan kisaran harga Rp18.000-Rp20.000 per porsinya. Harga Rp18.000 per porsi dikenakan untuk bakso halus dan urat, sedangkan harga Rp20.000 untuk bakso dengan variasi semacam keju, cabai, dan udang.
Berbeda dengan bakso lainnya, Bakso Aziz masih menggunakan resep tradisional dalam proses pembuatannya. Oleh karena itu, baksonya tidak mengandung bahan kimia dan bahan pengawet sehingga dijamin kesehatan dan kebersihannya.
“Bumbunya hanya bawang dan garam, tidak ada tambahan bahan kimia. Proses pembuatan bakso juga masih tradisional alias menggunakan tangan,” katanya.
Di bawah kepemimpinannya, Bakso Aziz saat ini memiliki empat outlet yakni di Abdul Muis, Gedung DPRD Jakarta, Bekasi, dan online. Padahal sebelumnya, Bakso Pak Aziz ketika masih dikelola orang tuanya hanya memiliki satu kios.
Selain inovasi, dia mengemukakan pola manajemen yang diterapkannya menjadikan bisnis Bakso Aziz semakin profesional dan mampu meningkatkan skala bisnisnya hingga memiliki 4 kios seperti sekarang.
Khusus untuk kios online, bisnis ini dikelola oleh istrinya sejak empat bulan yang lalu yang didasarkan atas tingginya peluang bisnis kuliner secara online. Meski belum bisa berkontribusi signifikan terhadap bisnis bakso secara umum, dia mengemukakan bisnis bakso secara online memiliki peluang signifikan ke depannya.
“Penjualan online masih naik turun, tapi kan bisnis ini tidak perlu mengeluarkan biaya sewa lokasi sehingga modalnya memang tidak sebesar membuka kios secara fisik,” jelasnya.
Untuk meningkatan penjualan, dia juga menerima pesanan bakso untuk keperluan pesta pernikahan, naik jabatan, hingga pengajian. Sejauh ini, pesanan di luar penjualan sehari-hari cukup berkontribusi dalam mendongkrak penjualan.
Ke depan, Wahyudi sebenarnya membidik mekanisme bisnis waralaba untuk memperluas skala usahanya hingga ke kota di luar kawasan Jabodetabek. Sayangnya, hingga saat ini, rencana tersebut masih terkendala sumber daya manusia dan modal. (Amanda K. Wardhani)