Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PELUANG USAHA: Sabar Besarkan Ulat Sutera

Sekilas Agrowisata Sutera Sari Segara tampak seperti rumah Bali pada umumnya. Tetapi siapa sangka, begitu memasuki tempat ini, beribu ulat sutera ada di tempat tersebut dan berkilo-kilo kepompong tengah siap dipintal menjadi benang.
Budi daya ulat sutera./.Bisnis-Ni Putu Eka Wiratmini
Budi daya ulat sutera./.Bisnis-Ni Putu Eka Wiratmini

Bisnis.com, JAKARTA- Sekilas Agrowisata Sutera Sari Segara tampak seperti rumah Bali pada umumnya. Tetapi siapa sangka, begitu memasuki tempat ini, beribu ulat sutera ada di tempat tersebut dan berkilo-kilo kepompong tengah siap dipintal menjadi benang.

Agrowisata Sutera Sari Segara bagi sebagian orang tentu sudah tidak asing lagi. Terletak di Desa Sibangkaja Abiansemal, Badung, Agrowisata Sutera Sari Segara kerap menjadi tempat bagi mereka yang ingin mengenal lebih dekat ulat sutera. Terutama bagi kalangan pelajar.

Agrowisata Sutera Sari Segara tidak hanya menjadi lokasi budidaya ulat sutera. Di agrowisata yang telah hadir sejak 10 tahun silam ini, pengunjung bisa mengenal dan belajar mengenai proses budidaya dan pembuatan benang dan kain sutera.

Operational Manager Agrowisata Sutera Sari Segara Tri Edy Mursabda meyakini proses menimba ilmu tidak akan pernah pupus. Sehingga dia menghadirkan agrowisata ulat sutera, yang tidak hanya menjadi tempat budidaya tetapi sekaligus wadah edukasi.

Setiap bulannya, Agrowisata Sutra Sari Segara didatangi hingga 1.000 pengunjung. Walaupun sebagian besar merupakan pelajar lokal, namun wisatawan asing juga tidak kalah tertarik mengunjungi agrowisata ini. Mereka sebagian besar penasaran dengan proses dan hasil budidaya ulat sutera ini.

“Wisatawan asing yang cukup sering datang yakni mulai dari Inggris, Jepang, Belanda, India, Singapura, China, dan Malaysia, dan setiap datang mereka pasti belanja, entah benang atau kain jadi,” katanya.

Di Agrowisata Sutera Sari Segara, budidaya dimulai dari melakukan persilangan kupu-kupu untuk menghasilkan telur ulat sutera. Telur yang menetas menjadi ulat kecil biasanya butuh waktu hingga 11 hari untuk menjadi ulat besar. Kemudian, ulat besar dipelihara 11 hari lagi hingga menjadi kepompong.

Selama pemeliharaan, ulat terus diberi pakan dauh murbai. Biasanya pada hari ke-23 ulat mulai berubah menjadi kepompong. Baru pada hari ke-28 kepompong siap untuk diolah menjadi benang sutera.

Dari 10 kilogram kepompong bisa dipintal menjadi 1 kilogram benang. Kemudian, dari 1 kilogram benang dapat ditenun menjadi 8 meter kain sutera.

Edy mengatakan proses tidak hanya berhenti mengolah ulat sutera tersebut menjadi benang saja. Di lain kesempatan, dia juga memanfaatkan benang-benang sutera tersebut untuk menjadi kain siap pakai. Adapun kain andalannya yakni kain endek dan kain batik. Harganya pun cukup lumayan, yakni mulai dari Rp200.000 – Rp400.000 per meter persegi untuk kain endek. Selain itu, dia juga menjual satu setel kain batik dengan harga mencapai Rp2,5 juta.

Selain itu, benang-benang sutera kerap kali dibeli langsung oleh masyarakat Bali untuk melengkapi kebutuhan upacara. Seperti misalnya menjadi bagian dari rambut Barong.

“Khusus di Bali kami mengedepankan kain endek yang berbahan baku sutera asli, tidak ada campuran,” katanya.

Dia mengemukakan kebutuhan ulat sutera di Bali sebenarnya masih kurang. Tiap bulannya setidaknya diperlukan hingga 10 ton benang sutera. Namun hingga saat ini, produksi benang sutera di Bali baru bisa setengah dari permintaan tersebut. Itu pun sudah memanfaatkan dukungan dari kelompok peternak yang ada di Bali.

Lantaran tidak bisa memenuhi permintaan, kebutuhan ulat sutera di Bali juga dibantu dari impor benang sutera, terutama dari negeri China. Namun, dia memastikan, produksi benang sutera dari Bali masih lebih baik dari China. Hal itu karena benang sutera yang dihasilkan peternak Bali benar-benar dari kepompong pilihan.

Hasilnya, benang sutera produksi di Bali ketika sudah menjadi kain akan memiliki tekstur yang lembut dan mudah menyerap keringat. Sementara, hasil produksi China sebaliknya. Namun dari segi harga, dia mengakui produksi dari China tetap lebih murah. Tetapi jika, konsumen menginginkan kualitas, maka harus memilih jenis kain seperti yang dihasilkan dari pembudidaya di Bali.

“Kalau hasil budidaya ulat sutera di Bali kita pakai di tempat dingin rasanya nyaman dan tempat panas rasanya adem, bahkan kena sinar matahari akan berkilau,” katanya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper