Bisnis.com, JAKARTA- Konotasi kain sutera yang penggunanya hanya dari kalangan atas ternyata membuahkan untung bagi Tenun Imam. Sebab, harga yang mahal dan peminat yang bisa dibilang tidak sedikit menjadikan bisnis ini terus mengepul dari 1995 hingga saat ini.
“Mungkin dari sisi pelanggan ada prestise sendiri dengan menggunakan,” kata Imam Budijono, Pemilik sekaligus desainer Tenun Imam.
Imam mengatakan selain membeli kain sutera untuk tampilan yang lebih bergengsi, pembelinya juga banyak dari kalangan kolektor kain tradisional. Tidak mengherankan, sebab Tenun Iman ini memilki cita rasa yang tinggi.
Kain Tenun Imam jelas berbeda. Jika biasanya kain sutera memiliki permukaan yang halus dan licin. Tenun Imam justru sebaliknya.
Tenun Imam dengan desain kontemporernya cenderung memiliki pola dan tekstur yang timbul. Bahkan, setiap desain hanya diaplikasikan pada paling banyak lima kain. Sehingga setiap desain memilki kesan yang begitu eksklusif.
"Kalau dilihat dari desain kita memang mencoba membuat sesuatu desain yang berbeda dari tenun kebanyakan, kalau kebanyakan tenun sutera selalu halus lembut kita justru sebaliknya kita malah bermain dengan banyak tekstur," katanya.
Selain itu, kain tenun sutera yang dibuatnya menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM), sehingga membutuhkan waktu cukup lama dalam pengerjaannya. Tak heran jika kain suteranya memiliki harga khusus.
Kain sutera dengan lebar kain 110 centimeter dan panjang 2 meter-2,5 meter dapat dijual dengan harga di atas Rp1 juta bahkan ada yang bisa mencapai Rp5 juta. Selain itu, ada juga selendang dengan lebar 60 centimeter, harganya sekitar Rp1 juta sampai Rp2 juta.
Tergolong mahal memang, tetapi siapa sangka pelanggan Tenun Imam cukup banyak. Saat ini sebagaian besar atau sekitar 80% pelanggannya berasal dari Jakarta. Bahkan, lewat workshop-nya yang berada di Bali seluas 550 meter persegi, Imam mampu menjual 20-30 kain sutera per bulannya.
Saat ini, ragam desain kain Tenun Imam dapat dilihat melalui website tenun imam.com dan Instagram yakni tenun imam. Selain, untuk melayani pelanggan tetapnya, dia juga memiliki ruang pajang atau workshop kain produksinya yaitu berada di jalan Soka Gang Kertapura 4 No. 12 Denpasar Bali.
Imam mengatakan saat ini fokus untuk workshopnya yang berada di Bali, karena dinilainya di sana penenunnya memiliki keuletan yang jarang ditemui di tempat lain.
“Karena kami kain tentun bukan polos,” kata Imam.
Tenun Imam dirintis pertama kali pada 1989. Awalnya produksi pertama yakni kain katun. Baru pada 1995 ada permintaan untuk kain sutera dan akhirnya berlanjut hingga saat ini.
Ketika pertama kali memproduksi kain tenun dari sutera, benang sengaja diproduksi sendiri melalui budidaya. Namun, ini hanya berlangsung sampai 2004. Hal itu karena budidaya ulat sutera sangat sulit sekaligus merupakan hewan yang sensitif. Ulat sutera membutuhkan perhatian khusus dan tidak bisa disambi dengan pekerjaan lain. Hingga akhirnya Imam membeli benang dari pembudidaya dalam negeri dan impor.
“Budidaya lagi lesu. Kesulitan karena ulat agak sensitif perlu perhatian benar fokus gak bisa disambi dengan pekerjaan lain,” kata Imam.
Saat ini, Imam memiliki 20 penenun. Penenun mampu menyelesaikan 10-20 cm kain tenun sutera per harinya. Artinya untuk kain sepanjang dua meter bisa menyelesaiakn selama 20 hari.
Di lain sisi, tantangan Imam saat ini adalah mencari regenarasi tenaga penenun. Diakuinya, saat ini sulit untuk mencari pekerja dari kalanan muda.
“Impian saya tetap melestarikan tenun tradisional di Bali. Supaya masih ada peninggalan budaya yang bisa terus kita nikmati generasi selanjutnya,” kata Imam.