Bisnis.com, JAKARTA – Di dunia, tren freelancing terus meningkat. Hal ini dikarenakan fleksibilitas waktu, tempat kerja dan generasi muda yang ingin memiliki pekerjaan yang bermakna.
Jika melihat dari laporan World Bank, pertumbuhan pekerja lepas setiap tahunnya mencapai 30 persen dengan segmentasi usia 18 hingga 33 tahun. Lalu berdasarkan penelitian School of Business University of Brighton, 97 persen pekerja lepas lebih bahagia dibandingkan pekerja kantoran.
Lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa hingga Agustus 2020, terdapat 33,34 juta orang bekerja sebagai pekerja lepas dan pemilik usaha kecil. Jika dibandingkan dari tahun sebelumnya, peningkatan ini sebesar 4,32 juta orang.
Ricky Willianto, pemilik platform e-commerce Solos, layanan jasa yang membantu para pekerja lepas, mengatakan bahwa pasokan tenaga kerja yang menginginkan pekerjaan dari jam sembilan hingga lima semakin berkurang terutama pada pekerjaan teknik, desain, UI/UX, penelitian, pembinaan dan strategi.
Selain itu, menjadi pekerja lepas juga fleksibel waktu dan tempat dan generasi muda yang menginginkan pekerjaan yang bermakna seperti memberikan dampak positif bagi dunia atau selaras dengan nilai pribadi. Contohnya adalah kreativitas atau kebebasan.
Akibat dari fenomena ini berdampak bagi perusahaan untuk mengisi jumlah karyawan mereka. Cara alternatif yang dilakukan adalah bekerja sama dengan generasi muda.
Baca Juga
Google sudah memanfaatkan tenaga kerja kontrak dan pekerja lepas dalam bisnis mereka. Sebanyak 54 persen tenaga kerja Google adalah outsource. SAP juga menemukan bahwa rata-rata 25 persen tenaga kerja dari organisasi terbesar terdiri dari pekerja lepas dan kontraktor.
Skema ini kemudian memungkinkan organisasi untuk mengolah sumber daya dengan lebih baik dan memaksimalkan efisiensi dari output. Biayanya juga berdasarkan lingkungan dan situasi bisnis.