Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Profil Haji Masagung, Pendiri Toko Buku Gunung Agung: Bos Tionghoa yang Jadi Mualaf

Simak profil Tjio Wie Tay alias Masagung, pendiri Toko Buku Gunung Agung. Seorang bos keturunan Tionghoa yang jadi mualaf.
Haji Masagung, pendiri Toko Buku Gunung Agung. Dok: Istimewa
Haji Masagung, pendiri Toko Buku Gunung Agung. Dok: Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Seperti roda yang terus berputar, masa kejayaan Toko Buku Gunung Agung akhirnya mencapai titik akhir. Berikut profil dan perjalanan Tjio Wie Tay alias Haji Masagung, pendiri Toko Buku Gunung Agung. Seorang keturunan Tionghoa yang telah jadi mualaf. 

Dengan berat hati, kabar mengenai penutupan resmi seluruh cabang atau outlet Toko Buku Gunung Agung pada akhir 2023 menjadi suatu kenyataan yang tak terelakkan.

Direksi Toko Buku Gunung Agung menyampaikan keputusan tersebut terpaksa menjadi langkah terakhir, mengingat angka kerugian perusahaan terus membengkak. 

“Keputusan ini harus kami ambil karena kami tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional per bulannya yang semakin besar,” ungkap Direksi Toko Buku Gunung Agung melalui keterangan resminya, dikutip Senin (22/5/2023).

Profil Haji Masagung, Pendiri Toko Buku Gunung Agung: Bos Tionghoa yang Jadi Mualaf
Suasana Toko Buku Gunung Agung. Dok: www.tokogunungagung.com

Profil Pendiri Toko Buku Gunung Agung  

Perusahaan cikal bakal Toko Buku Gunung Agung didirikan oleh Tjio Wie Tay pada 1953. Toko buku ini merupakan pengembangan dari bisnis berdagang buku bekas yang sudah dijalani Tjio, yang kemudian berganti nama menjadi Masagung.

Masagung merupakan pendiri toko buku Gunung Agung, lahir pada 8 September 1927 di Jatinegara. Sebagai keturunan Tionghoa, dirinya memiliki banyak leluhur yang tinggal di Bogor setidaknya lima hingga enam generasi. 

“Saya juga sudah yatim sejak usia tiga tahun, Saya tidak mengingat banyak tentang pergaulan dengan Ayah. Tapi yang saya tahu, Ayah seorang ahli listrik, sementara Ibu adalah wanita biasa,” ujarnya dalam salah satu wawancara dikutip pada Senin (22/5/2023). 

Masagung mengungkapkan kehidupannya terbilang cukup prihatin. Pasalnya, sang Ibu merupakan orang tua tunggal yang harus menghidupi anak-anaknya. Masagung merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Sementara, dua saudara lainnya dikabarkan meninggal. 

“Saya juga tidak menyelesaikan sekolah dasar dan pernah diusir dari sekolah karena dianggap nakal. Dari situ, saya memutuskan berdagang,” ujarnya. 

Profil Haji Masagung, Pendiri Toko Buku Gunung Agung: Bos Tionghoa yang Jadi Mualaf
Penampakan bangunan cikal bakal Toko Buku Gunung Agung./ Dok. Wikipedia 

Perjalanan Bisnis Haji Masagung

Masagung mulai berdagang pada masa penjajahan Jepang. Dia memulai dagang dengan modal yang sangat terbatas, hanya modal Rp50.000 yang digunakan untuk membeli rokok yang dijual secara eceran.

Dalam perjalanan dagangnya, Masagung sempat berjualan kaki lima di pinggir jalan di Senen, kemudian berpindah ke area Glodok Pancoran. Setelah itu, dia kembali ke Senen dan akhirnya membuka toko di Senen. 

Meskipun awalnya hanya memiliki modal Rp50.000, Masagung berhasil mengembangkan usahanya. 

Saat itu, dia membentuk kongsi dagang dengan Lie Tay San dan The Kie Hoat bernama Thay San Kongsie pada 1945. Saat itu barang yang diperdagangkannya adalah rokok. 

“Saat itu keuntungan yang diperoleh tidak hanya dibagi, tetapi juga digulung kembali ke dalam usaha. Kami tidak mengambil gaji saat itu,” jelasnya. 

Selama perjalanan bisnisnya, dia menemukan permintaan buku-buku di Indonesia sangat tinggi pasca kemerdekaan, peluang itu pun dimanfaatkan mereka membuka toko buku impor dan majalah. 

Sampai akhirnya perusahaan tersebut terus berkembang dan pihaknya mendirikan perusahaan bernama Firma Gunung Agung. Masagung lantas memeluk agama Islam atau menjadi mualaf pada 1975. 

“Pada 1953, perusahaan tersebut berubah menjadi PT Gunung Agung dan diresmikan pada bulan Desember tahun yang sama. Pada saat itu, Masagung telah memiliki beberapa pengarang terkenal di Indonesia yang menjadi mitra bisnis,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Gunung Agung pun menjadi penyelenggara Pekan Buku Indonesia pertama, yang merupakan pameran buku terbesar di Indonesia. 

Modal yang digunakan saat itu Rp500.000 untuk promosi hampir habis separuh, acara tersebut sukses dengan kunjungan dari Soekarno dan Hatta, yang saat itu menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. 

Setelah itu, Gunung Agung terus berkembang dan membuka cabang di berbagai kota dan perusahaan ini go public pada 6 Januari 1992 di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya dengan kode emiten TKGA. 

Tak berhenti sampai situ, PT Toko Gunung Agung Tbk. pun diakuisisi oleh PT Permata Prima Energi dalam rights issue senilai Rp480 miliar pada Maret 2013. 

Wariskan Bisnis ke Sang Anak 

Kemudian pada 1986, Masagung memutuskan untuk memberikan estafet kepemimpinan Gunung Agung kepada ketiga putranya, yaitu Putra, Oka, dan Ketut. Pada saat itu, ketiga putra Masagung sudah dewasa, dengan usia masing-masing 30, 24, dan 16 tahun. 

“Saat itu, pada 1986 istri sudah tidak ada. Anak sudah dewasa. Baru saya rasakan harta benda sebetulnya tidak ada artinya,” jelas sosok mendiang Masagung yang meninggal pada 24 September 1990.

Dalam periode ini, Masagung memilih untuk fokus pada aktivitas dakwah dan pengembangan Islam, serta kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.

Saat itu, bisnis Gunung Agung Grup sudah bukan saja toko buku, tapi sudah meluas ke sektor keuangan, properti, tambang serta mal.

Mengenal Sang Penerus Bisnis, Ketut Masagung 

Melansir dari Tatler Asia, Ketut Masagung sendiri merupakan anak bungsu Masagung. Dirinya menceritakan mentalitas berwirausaha sejak usia dini oleh sang Ayah. 

"Papa saya, Haji Masagung, sering membawa saya ke tokonya untuk secara alami dan lancar memperkenalkan saya pada dunia perdagangan dan bisnis," kata pengusaha kelahiran Jakarta ini yang dikutip pada Senin (22/5/2023). 

Menurutnya, sejak awal, mendiang sang Ayah mengarahkan ketiga anaknya untuk menjadi pengusaha. Ketut mengingat masa kecil yang bahagia bersama ayah dan ibunya, Aju Agung.

"Kami tinggal bersama sampai saya berusia 13 tahun. Kemudian, pada usia 16 tahun, saya pergi belajar di Amerika Serikat, sementara kedua saudara laki-laki saya, Putra dan Oka, pergi sekolah di Singapura,” jelasnya. 

Ketut Masagung sendiri telah meninggal, lantaran sakit jantung di Rumah Sakit VU NC Amsterdam pada 4 Januari 2020 pukul 15.35 waktu setempat.

Sayangnya, tidak ada informasi lebih lengkap terkait penerus bisnis usai kepemimpinan dari generasi kedua ini. Sementara, sejauh ini sang putra dari Ketut Masagung, yakni Arman Masagung lebih berfokus pada bisnis properti. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper