Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa tahun terakhir, setidaknya 13 persen dari penduduk Indonesia menderita diabetes, dengan potensi peningkatan yang signifikan setiap tahunnya.
Tate & Lyle, perusahaan global yang berbasis di London pun menunjukkan perhatian khusus kepada Indonesia dengan berfokus pada sejumlah industri makanan dan minuman dalam negeri.
CEO Tate & Lyle Nick Hampton mengatakan, pihaknya siap berkolaborasi dengan sejumlah produsen makanan dan minuman untuk memanfaatkan bahan baku unggulan guna menunjang pola makan sehat untuk mengurangi risiko penyakit tidak menular.
“Sebenarnya permintaan makanan sehat kini sudah meningkat, utamanya pascapandemi. Kami melihat tren dunia, di mana konsumen itu rela membayar makanan yang sedikit mahal, asal mereka punya manfaat dan rasanya enak,” ujarnya dalam peresmian Pusat Inovasi dan Kolaborasi untuk Customer di Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Namun, CEO juga mengakui tantangan terletak pada kemampuan produsen makanan dan minuman untuk menciptakan produk baru atau melakukan modifikasi yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen.
“Mereka sulit menyeimbangkan itu semua, antara harga, rasa dan juga manfaat. Jadi, di sini kami hadir untuk memformulasi bahan makanan atas rekomendasi jejaring spesialis di bidang nutrisi, regulasi, serta formulasi di bidang pemanis, tekstur, dan fortifikasi,” jelasnya.
Baca Juga
Dengan menghadirkan fasilitas baru, yang terdiri dari gabungan kantor dan laboratorium, baginya ini menandai tonggak penting dalam strategi pertumbuhan
Tate & Lyle untuk kian memperluas kehadirannya di wilayah Asia Pasifik, khususnya di Indonesia, pasar yang telah dijajaki lebih dari satu 10 tahun lalu.
Kucurkan Investasi hingga Rp3 Triliun
Nick menjelaskan, pihaknya telah melakukan investasi sebesar US$200 juta atau sekitar Rp3 triliun untuk kawasan Asia.
Selain dengan mendirikan laboratorium di Jakarta, Indonesia. Tate & Lyle pun telah melakukan sejumlah akuisisi strategis di Asia dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2020, pihaknya mengakuisisi bisnis stevia terkemuka di China, yang memperluas portofolio produk mereka di bidang penghasilan pemanis alami.
Lalu 2021, mereka juga mengakuisisi produsen tepung tapioka di Thailand, yang memperkuat posisi mereka dalam pasokan bahan baku di wilayah tersebut.
Selanjutnya, pada 2022, Tate & Lyle mengakuisisi perusahaan serat prebiotik global yang berbasis di China, yang memperluas kemampuan mereka dalam menyediakan solusi bahan baku dan produk prebiotik di pasar global.
Tate & Lyle Siap Bangun Kemitraan dengan Indonesia
Saat ditanya Bisnis soal lokalisasi produk. President, Asia, Middle East, Africa and Latin America Tate & Lyle Andrew Taylor mengungkapkan pihaknya siap menciptakan kombinasi lain yang sesuai dengan selera dan preferensi masyarakat Indonesia.
“Untuk bisa mendekatkan diri ke pasar, kami akan menggunakan bahan-bahan lokal yang diminati oleh masyarakat, seperti singkong, ubi, atau bahan-bahan lain yang populer di Indonesia,” ungkapnya.
Bahkan, kedepannya dia tak menutup kemungkinan untuk berkolaborasi dengan mitra UMKM, distributor lokal, retailer hingga petani lokal.
"Tapi itu masih kemungkinan, tapi untuk saat ini kami sudah berkomunikasi dengan pemerintah Indonesia," jelas Andrew.
Saat ini, Tate & Lyle masih menggunakan skema B2B, di mana perusahaan bakal menjajaki kerja sama dengan perusahaan makanan dan minuman (F&B) di Indonesia untuk mengembangkan solusi bahan makanan yang mampu mengurangi gula, kalori, dan lemak, hingga menambahkan serat dan protein,
Perusahaan ini pun telah berada di 57 lokasi di 39 negara. Pada tahun berakhir 31 Maret 2023, pendapatan Tate & Lyle dari operasi berlanjut mencapai 1,75 miliar pound sterling atau setara dengan Rp33,4 triliun.