Bisnis.com, JAKARTA - Banyak kesuksesan yang ternyata berawal dari keterbatasan. Sama seperti yang dialami CEO Malaysia Airlines Izham Ismail.
Meskipun berasal dari latar belakang yang sederhana, dia berhasil menjadi seorang pilot dan kemudian memimpin Malaysia Airlines, salah satu maskapai tertua di dunia.
Dirinya ingat masa lalu, di mana dia harus menjual makanan ringan di sekolah untuk mendapatkan uang tambahan bagi keluarganya di pedesaan Malaysia.
Keluarganya sangat miskin sehingga mereka tidak memiliki kamar mandi dan hanya mampu makan sekali sehari.
“Saya tahu betapa rasanya hidup dalam kemiskinan,” jelasnya dilansir dari Business Insider, Senin (3/7/2023).
Akan tetapi,berkat kecerdasannya, dia pun didorong oleh para saudara untuk mengikuti ujian masuk sekolah penerbangan untuk menjadi seorang calon pilot dengan Philippine Airlines.
Baca Juga
“Saya saat itu juga menerima beasiswa studi teknik kelautan di Bournemouth University di Inggris pada 1970-an. Namun, saya pilih opsi pertama dan merelakan studi di Inggris agar lebih dekat dengan keluarga,” ungkapnya.
Izham Ismail pun memulai karirnya sebagai pilot untuk Malaysia Airlines pada 1979.
Sepuluh tahun kemudian, dia dipilih untuk mengikuti program pelatihan manajemen senior maskapai tersebut.
Pada tahun 2010, Izham Ismail berhenti terbang sepenuhnya. Dirinya mencatatkan waktu terbang total 41 jam 59 menit melintasi jarak 23.310 mil menggunakan Boeing 777-200 Malaysia.
Setelah memimpin salah satu maskapai regional dan menjadi Chief Operating Officer grup, Izham Ismail dipromosikan menjadi CEO Malaysia Airlines pada 2017.
Filosofi kepemimpinannya sangat sederhana, yakni menjadi transparan.
"Pemimpin seharusnya menjadi pelayan," katanya - bukan hanya bagi karyawan mereka, tetapi juga bagi pelanggan,” katanya.
Penerbangan Malaysia Airlines sendiri sempat mengalami beberapa insiden.
Pada Maret 2014, penerbangan MH370 dengan 239 orang di dalamnya menghilang dalam perjalanan dari Kuala Lumpur menuju Beijing.
Empat bulan kemudian, pada Juli 2014, penerbangan MH17 ditembak jatuh di atas Ukraina oleh pasukan yang dikendalikan oleh Rusia, menewaskan semua 298 orang di dalamnya.
Malaysia Airlines yang memiliki 11.000 karyawan, jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan 35.000 dua dekade yang lalu, dan melayani hampir 50 tujuan kini berupaya mengejar ketinggalan.
Hal ini lantaran, Malaysia Airlines kerap mengalami berbagai perubahan dan tantangan. Salah satunya soal persaingan dari maskapai Timur Tengah seperti Qatar Airways dan Emirates.
“Dengan rute penerbangan yang mencakup hampir 50 tujuan, terutama di Asia, serta keanggotaannya dalam aliansi One World, maskapai ini terus berusaha menjadi pilihan premium bagi para pelanggan dengan layanan yang lengkap,” tutupnya