Bisnis.com, JAKARTA — Sosok perempuan masih sangat jarang mengisi posisi tertinggi di perusahaan, terutama perusahaan besar dan multinasional.
Salah satu yang memiliki sosok perempuan yang memimpin perusahaan besar adalah PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR). Ira Noviarti baru-baru ini resign dari posisi Presiden Direktur. Kendati begitu, dia sempat membawa Unilever berkembang semakin cuan hingga bisa rutin membagikan dividen bagi pemegang saham.
Berdasarkan catatan Bisnis, emiten dengan kode saham UNVR ini berencana membagikan dividen interim senilai Rp63 per saham atau secara total Rp2,40 triliun pada Desember 2023.
Dengan jumlah saham tercatat 38,15 miliar maka total dividen interim yang akan dibagikan oleh UNVR mencapai Rp2,40 triliun.
Sosok Mantan Presiden Direktur Unilever
Ira Noviarti meraih gelar sarjana di bidang Ekonomi dari Universitas Indonesia pada 1995, jurusan Akuntansi Keuangan.
Mengutip laman resmi Unilever Indonesia, Ira merupakan warga negara Indonesia, yang lahir dan tinggal di Jakarta.
Baca Juga
Ira diangkat sebagai Presiden Direktur Unilever melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 25 November 2020, yang efektif pada 1 Desember 2020.
Ira telah bergabung dengan Unilever Indonesia sejak 1995. Beberapa posisi senior telah di embannya selama menjabat di Unilever, tidak hanya di Indonesia, namun juga di Asia Tenggara.
Sebelum memegang jabatan Presiden Direktur, Ira menjabat sebagai Beauty & Personal Care Director PT Unilever Indonesia Tbk pada 2017-2020, Managing Director untuk Unilever Foods Solutions South East Asia pada 2015-2017, dan Ice Cream, Media dan Consumer Market Insight Director di PT Unilever Indonesia Tbk pada 2010-2015.
Atas perannya di Unilever, baru-baru ini Ira juga meraih penghargaan sebagai Best CEO dari kategori perusahaan konsumer dan e-commerce dari media CNBC Indonesia,
Historia Unilever Indonesia
Unilever Indonesia pertama kali didirikan pada 5 Desember 1933 dengan nama “Lever’s Zeepfabrieken N.V.” yang bertempat di daerah Angke, Jakarta Utara
Pada 22 Juli 1980, Perusahaan berganti nama menjadi “PT Unilever Indonesia” dengan akta No. 171. Perubahan nama pun kembali terjadi pada 30 Juni 1997 menjadi “PT Unilever Indonesia, Tbk.” dengan akta No. 92 dan disetujui oleh Menteri Kehakiman.
Pada 22 November 2000, Unilever Indonesia kemudian mengadakan perjanjian dengan PT Anugrah Indah Pelangi, untuk mendirikan perusahaan baru yaitu PT Anugrah Lever (PT AL) yang bergerak di bidang manufaktur, pengembangan, pemasaran dan penjualan dari kecap, saus cabai serta saus lainnya seperti Bango dan merek lain di bawah lisensi perusahaan untuk PT AL.
Berselang dua tahun, tepatnya pada 3 Juli 2002, Unilever Indonesia kembali mengadakan perjanjian dengan Texchem Resources Berhad untuk mendirikan perusahaan baru yaitu PT Technopia Lever yang bergerak di bidang distribusi, ekspor dan impor barang-barang dengan merek dagang Domestos Nomos.
Pada 7 November 2003, Texchem Resources Berhad menandatangani perjanjian jual beli saham dengan Technopia Singapore Pte. Ltd, di mana Texchem Resources Berhad setuju untuk menjual semua sahamnya di PT Technopia Lever ke Technopia Singapore Pte. Ltd.
Dalam Rapat Umum Luar Biasa Perusahaan pada 8 Desember 2003, Unilever Indonesia juga menerima persetujuan dari pemegang saham minoritasnya untuk mengakuisisi saham PT Knorr Indonesia (PT KI) dari Unilever Overseas Holdings Limited (pihak terkait). Akuisisi ini efektif berjalan pada tanggal penandatanganan perjanjian jual beli saham antara perusahaan dan Unilever Overseas Holdings Limited pada 21 Januari 2004.
Pada 30 Juli 2004, Unilever Indonesia bergabung dengan PT KI. Merger dicatat dengan menggunakan metode yang mirip dengan metode penyatuan kepemilikan. Perusahaan adalah perusahaan yang bertahan dan setelah merger PT KI tidak lagi sebagai badan hukum yang terpisah.
Pada 2007, Perusahaan juga melebarkan sayap dengan menandatangani perjanjian bersyarat untuk membeli merek "Buavita" dan "Gogo" minuman Vitality berbasis buah dari Ultra dan transaksinya selesai pada Januari 2008.