Bisnis.com, JAKARTA -- Salah satu brand fashion asal Jepang, Uniqlo, belakangan kembali menjadi perbincangan terkait dengan dukungannya terhadap Palestina.
Pasalnya, brand tersebut merupakan salah satu yang cukup ternama di Indonesia dan banyak ditemukan di berbagai mall di Indonesia, di mana banyak masyarakat ikut gerakan boikot produk-produk terafiliasi Israel.
Oleh karena itu, sikap dukungan Uniqlo terhadap Palestina begitu penting untuk menentukan apakah Uniqlo patut diboikot atau tidak.
Baru-baru ini Uniqlo jadi perbincangan lantaran memiliki kebijakan tidak memberikan toleransi terhadap pelanggaran hak asasi manusia apa pun.
Tadashi Yanai, Presiden Uniqlo, menegaskan akan terus membantu kebutuhan pengungsi dimanapun, termasuk Palestina, untuk kebutuhan pakaian dan Hidup yang lebih baik.
Mengutip laman United Nations Relief and Works Agency (UNRWA) sejak September 2016, UNRWA dan Uniqlo juga telah menandatangani perjanjian kemitraan untuk meningkatkan kualitas hidup lebih dari 450.000 pengungsi Palestina di Lebanon dengan menyediakan 42.000 potong pakaian musim dingin kepada anak-anak pengungsi yang paling rentan dan keluarga mereka.
Baca Juga
Melalui Inisiatif Daur Ulang Seluruh Produk, Uniqlo dan perusahaan induknya Fast Retailing telah mengumpulkan lebih dari 32 juta item sejak 2001 untuk memberi manfaat bagi orang-orang yang membutuhkan.
"Keahlian pakaian Uniqlo sejalan dengan upaya UNRWA untuk membantu pengungsi Palestina memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kemitraan dengan Uniqlo mempunyai dampak penting dalam memungkinkan pengungsi Palestina untuk hidup bermartabat dalam keadaan yang semakin sulit," tulis UNRWA.
Sosok di Balik Uniqlo
Di balik Uniqlo adalah orang paling kaya di Jepang, Tadashi Yanai, dengan kekayaan senilai US$43,8 miliar atau setara dengan Rp687,54 triliun.
Tadashi Yanai merupakan seorang pria kelahiran Yamaguchi, Jepang, pada 7 Februari 1949. Sejak kecil, dia tinggal bersama orang tuanya yang memiliki toko pakaian di Prefektur Yamaguchi, barat daya Jepang.
Setelah lulus dengan meraih gelar sarjana ekonomi dan politik dari Universitas Waseda pada 1971, Yanai memulai kariernya dengan menjual alat-alat dapur dan pakaian pria di supermarket Jusco.
Pada 1984, Yanai kemudian mendirikan usahanya sendiri dengan nama Unique Clothing Warehouse di Hiroshima yang kemudian berganti nama menjadi Uniqlo.
Pada 1991, dia mengubah perusahaan ayahnya, yang semula namanya Ogori Shoji menjadi Fast Retailing. Sesuai namanya, Fast Retailing pun menjadi peritel dengan tercepat di Jepang yang berhasil membuka lebih dari 100 toko dalam tiga tahun.
Sebagian besar kekayaan Yanai diperoleh dari sahamnya di Fast Retailing, perusahaan induk Uniqlo. Mengutip Bloomberg berdasarkan situs resminya, Fast Retailing sendiri merupakan peritel pakaian terbesar di Asia dengan lebih dari 2.400 toko yang tersebar di berbagai negara.
Fast Retailing juga memegang sejumlah brand lainnya seperti Theory, Helmut Lang, J. Brand, dan GU.