Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awas, Jangan Terjebak Angin Surga Business Opportunity!

Banyak masyarakat yang mencoba menjalankan usaha yang ditawarkan dengan sistem business opportunity juga terpaksa menutup gerai atau usaha gerobakannya karena penjualan yang diperoleh tidak sesuai perhitungan. Bukan hanya mitra, bahkan pelaku usaha yang menawarkan business opportunity pun tidak sedikit yang menutup usahanya karena sejumlah alasan.

Bisnis.com, JAKARTA - Lukman merasa telah termakan dengan hitung-hitungan menggiurkan yang ditawarkan salah satu business opportunity (BO) minuman coklat blend yang sempat dibelinya tahun lalu seharga Rp7,8 juta.

Dalam perhitungan usaha, setidaknya dalam 1 bulan, dia bisa mendapatkan omzet hingga Rp5 juta dengan penjualan sekitar 50-70 gelas per hari.

Adapun, keuntungan usaha yang dijanjikan berkisar Rp2 juta-Rp2,5 juta sehingga dijamin bisa balik modal dalam kurun 3-4 bulan.

Dengan harga minuman yang dibanderol Rp5.000 per gelas, setidaknya dia harus membeli bahan-bahan dari perusahaan BO tersebut seharga Rp3.000 per gelas. Dari setiap gelas, Rp1.000 di antaranya dikeluarkan untuk gaji pegawai sehingga margin yang dia peroleh hanya Rp1.000 per gelas, belum termasuk biaya listrik dan sewa tempat.

Alih-alih balik modal, pria yang bekerja sebagai salah satu karyawan swasta ini, malah merugi. Betapa tidak, dalam 1 hari, dia hanya mampu menjual rata-rata 15-25 gelas, bahkan saat musim hujan hanya dua gelas yang laku terjual. Padahal dia, telah mencari tempat yang strategis, yakni di depan sekolah.

Merasa tidak mampu menutupi biaya operasional yang lebih tinggi dari keuntungan usaha, walhasil baru 4 bulan berjalan, usaha coklat blend yang dijalankan bersama temannya tersebut pun gulung tikar.

“Terkadang apa yang diproyeksi di atas kertas, belum tentu sesuai dengan di lapangan. Namun, anggap saja itu sebagai pengalaman untuk memulai usaha yang lebih baik,” ujarnya sambil tersenyum.

Nasib demikian tidak hanya dirasakan oleh Lukman. Banyak masyarakat yang mencoba menjalankan usaha yang ditawarkan dengan sistem business opportunity juga terpaksa menutup gerai atau usaha gerobakannya karena penjualan yang diperoleh tidak sesuai perhitungan.

Bukan hanya mitra, bahkan pelaku usaha yang menawarkan business opportunity pun tidak sedikit yang menutup usahanya karena sejumlah alasan.

Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar mengatakan lebih dari 80% bisnis yang dijalankan dengan sistem business opportunity tidak bertahan lama atau gagal di tengah jalan. Hal tersebut terjadi karena mereka menawarkan bisnisnya tanpa perhitungan standardisasi dan sistem yang jelas serta bukti kesuksesan usaha.

“Mereka yang menawarkan usaha BO itu biasanya belum memiliki usaha yang mapan, dan hanya ingin mendapat keuntungan semata agar usahanya dapat berkembang dengan cepat,” tuturnya.

Hal tersebut, menurutnya, harus benar-benar diperhatikan oleh calon mitra secara jeli agar tidak tertipu. Sebab, banyak dari usaha tersebut yang sebetulnya belum sempurna, baik dari segi standardisasi maupun SOP, tetapi telah ditawarkan kepada masyarakat. “Akhirnya banyak yang tumbang.

Muncul sebentar, lalu 1 atau 2 tahun kemudian sudah hilang. Yang menjadi masalah lagi, mereka [pihak yang menawarkan BO] tidak mau tanggung jawab karena memang belum ada aturan yang jelas mengenai BO ini tidak seperti waralaba yang terikat dengan hukum,” ujarnya.

Mungkin, hal ini pula yang membuat BO di Indonesia berkembang sangat pesat daripada waralaba. Kemudahan bisnis serta minimnya investasi yang ditawarkan dengan keuntungan yang dibuat

seolah-olah besar, memberikan angin surga untuk menarik para calon mitra.

Iming-iming tanpa franchise fee juga membuat masyarakat semakin tergoda. Padahal, yang harus diketahui bahwa business opportunity bukanlah waralaba atau franchise, sehingga pelaku usaha memang tidak berhak untuk memungut franchise fee dari calon mitra.

“Banyak BO yang mengatasnamakan franchise. Ketika mereka memungut franchise fee, mereka telah menipu karena franchise fee itu merupakan pergantian kerugian kepada pemilik usaha terhadap

keberhasilannya membangun brand atau merek usaha sehingga dikenal masyarakat,” tuturnya.

Sayangnya, tidak banyak masyarakat yang mengetahui arti waralaba atau franchise sebenarnya sehingga seringkali rancu dan dicampuradukkan dengan business opportunity.

Selengkapnya baca di harian Bisnis Indonesia edisi Senin (25/11/2013) atau di http://epaper.bisnis.com/index.php/PopPreview?IdContent=31&PageNumer=31&ID=121495

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dewi Andriani
Editor : Nurbaiti
Sumber : Bisnis Indonesia (25/11/2013)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper