Bisnis.com, JAKARTA - Masih ingat film The Ghost Writer yang dirilis pada 2010? Film ini memunculkan sosok penulis bayangan yang terancam jiwanya karena pekerjaannya itu. Ghost writer tak hanya ada dalam film, tetapi dia hadir di kehidupan nyata. Profesi ini di Indonesia ternyata dilakoni banyak orang. Seperti namanya, ghost, si penulis ini tidak tercatat dalam buku, sehingga tidak dikenal publik.
Windoro Adi, wartawan senior di salah satu surat kabar, menampik jika hanya keuntungan finansial saja yang menjadi alasan penerbitan sebuah buku. Dia mengklaim pernah menolak tawaran menggarap otobiografi dengan bayaran Rp500 juta.
Sebagai jurnalis, menurutnya, seorang penulis bayangan yang baik tetap harus menulis sesuai dengan kaidah jurnalistik. Tak hanya memahami jurnalistik, penulis bayangan yang baik juga perlu memahami sastra dengan membacanya agar mampu menciptakan kata-kata yang enak dibaca.
Hal senada dilontarkan Jessica Huwae, penulis novel sekaligus salah satu pemilik penerbitan Nyonya Buku. Dia menjelaskan tidak semua orang yang ingin membuat buku dan memiliki kemampuan ekonomi langsung dilayani.
Klien yang ingin membuat otobiografi akan terlebih dahulu dikurasi. Keahlian dan pengalaman apa yang bisa dibagikan orang tersebut kepada masyarakat banyak yang akan membaca bukunya. Klien yang nilai lebih dari kehidupannya adalah yang mereka pilih. Hingga saat ini, otobiografi yang mereka terbitkan dan kerjakan berkisar seputar tokoh yang ingin membagikan tips sukses usahanya.
“Kami memilih klien kami, tentunya kami pun memiliki tanggung jawab kepada pembaca Indonesia dalam buku yang kami terbitkan. Kami memiliki tanggung jawab menyajikan literasi yang lebih baik,” tutur Jessica. (Tisyrin Naufalty T., Deandra Syarizka, Puput Ady Sukarno, Agnes Savithri, Lutfi Zaenudin)