Dalam budaya kita, tidak ada yang menyenangkan kalau seseorang bepergian tidak membawa buah tangan sewaktu pulang. Oleh-oleh merupakan budaya untuk menjaga kekerabatan, pertemanan, dan bukti adanya perhatian.
Lawatan pertama Presiden Joko Widodo ke luar negeri untuk menghadiri KTT APEC di China, KTT Asean di Myanmar, dan sidang tahunan G20 di Brisbane, Australia berhasil dengan baik, bahkan pulang membawa komitmen investasi US$25 miliar atau setara dengan Rp300 triliun.
Presiden Jokowi berhasil meyakinkan negara sahabat, karena menggunakan strategi blak kotang terus terang, berkata jujur apa adanya. Rencana pengembangan poros maritim yang digagas disampaikan dengan lugas.
Keadaan dalam negeri yang perlu perhatian segera dalam kepemimpinannya disampaikan dengan komprehensif, misalnya, hampir 100 juta rakyat Indonesia hidup dengan US$2 atau sekitar Rp20.000 per hari dengan kurs dolar AS saat ini.
Kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Untuk itu pemberantasan korupsi, pembangunan infrastruktur, pembukaan lapangan kerja, dan pengurangan subsidi bahan bakar minyak menjadi prioritas pemerintah.
Tantangan-tantangan yang disampaikan secara terus terang inilah yang membuat negara sahabat bersimpati dan mau berinvestasi. Model terus terang dan kejujuran ini juga mengantarkan Bima berhasil menemukan kasampurnaning urip.
Kocap kacarita. Bima gerah belum memiliki piandel atau pegangan yang cukup untuk menjadi seorang pemimpin. Ia terobsesi untuk menemukan sumber kehidupan, sumber ketenteraman, dan sumber ketenangan jiwa. Tanpa sungkan ia sowan ke Mahaguru Durna untuk meminta wejangan agar kegalauan jiwanya teratasi.
Durna berada pada posisi sulit karena pada saat yang sama harus mengakomodasi kemauan para Kurawa untuk membinasakan para Pandawa termasuk Bima.
Namun, dia juga ingin berbuat adil. Dia menyarankan Bima untuk menemukan Kayu Gung Susuhing Angin di lereng gunung Gohmuka. Tanpa pikir panjang Bima pamit menuju Gohmuka.
Ternyata kayu sakti itu tidak pernah ada. Bima yang blusukan menjelajah semua sudut gunung tak menemukannya. Malah dia ketemu dua raksasa sakti, yang tak pernah mau kompromi. Siapa saja manusia yang masuk kawasan gunung itu bisa dipastikan pulang tinggal nama karena jadi santapan dua raksasa itu.
Tujuan Durna mengirim Bima ke gunung itu, agar dia jadi bulan-bulanan dua raksasa itu, bahkan terbunuh. Dengan begitu Durna bisa menyenangkan hati anak-anak Kurawa. Namun, Bima yang lurus, jujur, dan lugu tidak tahu skenario itu. Justru karena kejujuran dan keluguan itu lah skenario Durna berantakan.
Dari dua raksasa itu Bima tahu bahwa Kayu Gung Susuhing Angin tidak pernah ada. Itu tidak lain adalah sebuah ungkapan. Kayu atau kayun merupakan niat suci. Gung artinya besar dan susuhing angin artinya sumber kehidupan. Saran keduanya, kalau mau mencari sumber kehidupan pergilah ke dasar samudra.
Kehidupan Sejati
Tanpa pikir panjang Bima memutuskan untuk melanjutkan pencarian ke dasar samudra. Ibu Kunti dan empat saudaranya sudah melarang, dan mengingatkan Bima bahwa dia bisa celaka ditelan samudera nan luas dan dalam. Namun, Bima tidak peduli. Dia tidak mau mendengar sedikit pun nasihat dan saran ibu dan para satria Pandawa.
Dengan tekad bulat sepenuh hati, Bima langsung mengarahkan langkah ke samudra dan tanpa pikir panjang nyemplung ke dasar lautan. Dengan keluguannya ia berpikir bahwa Durna sebagai guru tidak mungkin bohong. Tidak mungkin Durna punya niat jahat mencelakakan dirinya.
Di dasar samudra, Bima bertemu Dewa Ruci. Dari dewa berbadan mungil itu Bima mendapatkan apa yang ia cari yaitu kawruh sangkan paraning dumadi, ilmu tentang makna kehidupan sejati. Bima berhasil mendapatkan kawruh kasampurnaning urip, pengetahuan tentang kesempurnaan hidup. Semua karena keluguan dan kejujurannya.
Jujur, terus terang, dan apa adanya itu pula yang menjadi kelebihan Jokowi dibandingkan dengan para pemimpin dunia pada umumnya. Diplomasi straight to the point, dengan dibumbui kerendahan hati dan kesediaan untuk membuka diri dan memberikan berbagai kemudahan untuk para investor, terbukti manjur.
Semangat itu pula yang bisa ditangkap sewaktu Presiden Jokowi mengumumkan sendiri keputusan pengalihan subsidi BBM. Selama ini pengumuman kenaikan yang diperhalus dengan istilah penyesuaian harga BBM, selalu dilakukan oleh pejabat setingkat menteri. Jokowi berbeda. Dia mengambil risiko dengan mengumumkannya sendiri.
Dengan bahasanya yang lugas dan terang benderang, dengan ekspresi penuh kepercayaan diri, masyarakat dan dunia usaha memperoleh keyakinan bahwa apa yang dikatakan dan dijanjikan akan direalisasikan.
Hal inilah faktor yang membuat kenaikan harga BBM kali ini tidak menimbulkan gejolak berlebihan dan mendapat respons positif pasar. Sumangga.
Penulis:
Rohmad Hadiwijoyo
Dalang dan CEO RMI Group