Bisnis.com, JAKARTA - Banyak perusahaan keluarga yang menonjolkan atribut ‘kekeluargaan’ dalam aktivitas pemasaran dan komunikasi. Contohnya memakai nama keluarga sebagai nama atau produk perusahaan, atau menampilkan sosok orang-orang penting keluarga dalam berbagai kesempatan.
Family Capital pernah melakukan analisis terhadap 100 perusahaan keluarga berpendapatan terbesar di dunia dan telah berdiri lebih dari 50 tahun. Hasilnya, sekitar sepertiga di antaranya (32 perusahaan) melekatkan simbol-simbol yang berhubungan dengan keluarga .ke dalam bisnis mereka, meski dengan intensitas yang berbeda-beda.
Sebagai contoh adalah Walmart. Perusahaan ritel berpendapatan terbesar di dunia ini selalu mengedepankan sosok pendirinya, Sam Walton, beserta warisan-warisannya dalam setiap kebijakan terkait merek.
Meski demikian, Walmart tidak pernah menyebut diri sebagai perusahaan keluarga—meski anak dan cucu Sam terus menduduki posisi kunci dalam perusahaan. Saat ini, Chairman Walmart dijabat oleh Greg Penner, yang merupakan menantu dari S. Robson Walton dan cucu menantu dari Sam.
Contoh lain Louis Dreyfus Holdings. Konglomerasi asal Belanda yang didirikan pada 1851 dan meraih total pendapatan sebesar US$74,3 miliar pada 2013, tak segan-segan mengaku sebagai perusahaan keluarga.
Perusahaan-perusahaan lain yang mengikuti jejak Louis Dreyfus Holdings di antaranya adalah Rethmann SE & Co; Dr Oetker (Jerman), perusahaan pengolahan makanan; Kering, perusahaan asal Prancis yang menjual barang-barang mewah; dan Meijer, jaringan toko swalayan asal Amerika Serikat (AS).
Mengapa banyak perusahaan keluarga yang melekatkan identitas keluarga ketika menjalankan bisnisnya? Salah satu tujuannya adalah membedakan perusahaan-perusahaan keluarga tersebut dengan perusahaan lainnya, termasuk dengan perusahaan nonkeluarga.
Mereka agaknya merasa bangga dengan identitas keluarga sehingga tidak segan-segan melekatkannya ke dalam bisnis. Identitas keluarga ini dipromosikan kepada para pemangku kepentingan, seperti pemasok, karyawan, calon karyawan, dan tentu saja pelanggan.
Alasan lainnya, identitas keluarga dipandang dapat memacu anggota keluarga dan perusahaan untuk menanamkan nilai-nilai positif pada diri mereka. Contoh nilai-nilai berupa komitmen, integritas, kepercayaan, orientasi terhadap mutu, dan kepedulian terhadap pelanggan.
Sebagai contoh adalah Carswell Distributing Company, pemasok alat-alat pemanas rumah dan berkebun yang bermarkas di Karolina Utara, AS. Perusahaan ini didirikan pada 1948 oleh Robert E. Carswell, yang mengawali usahanya dengan menjual pompa air elektrik untuk sumur. Saat ini perusahaan dipimpin oleh Bill Parsley, menantu Carswell.
Selama bertahun-tahun, Carswell Distributing Company menjual berbagai macam barang, mulai dari mainan hingga alat-alat rumah tangga. Menurut Parsley, perusahaan yang dipimpinnya memasarkan nama Carswell bukan kepada pengguna akhir, melainkan kepada penyalur. Penyalur membeli produk dari Carswell karena mereka yakin nama ini identik dengan komitmen dan integritas.
BERHATI-HATI
Meski demikian, perusahaan keluarga hendaknya berhati-hati bila ingin melekatkan identitas keluarga, seperti nama keluarga, ke dalam bisnis. Alasan utamanya adalah relatif belum lunturnya persepsi negatif terhadap perusahaan keluarga, misalnya kuat nepotismenya, tidak profesional, tertutup, dan sebagainya. Karena alasan inilah banyak pula perusahaan keluarga yang enggan mempromosikan dirinya sebagai perusahaan keluarga, meski kenyataannya memang demikian.
Risiko lainnya adalah tajamnya sorotan publik. Semakin laku sebuah produk dan semakin besar sebuah perusahaan, semakin sulit dia menghindar dari sorotan publik. Dengan demikian, semakin berat beban keluarga untuk menjaga nama baiknya. Tindak-tanduk mereka akan selalu terawasi. Sekali saja salah seorang anggota keluarga terlibat perbuatan tercela, nama baik seluruh keluarga akan tercemar.
Jika identitas keluarga telah telanjur melekat dengan kuat di dalam perusahaan, terjadinya skandal juga akan memukul kinerja bisnis perusahaan. Agaknya, karena alasan inilah banyak perusahaan keluarga yang sengaja tidak menggembar-gemborkan identitas keluarganya. Hal lain yang harus diperhatikan berkaitan dengan strategi bisnis.
Identitas keluarga tidak selalu menjamin kesuksesan bisnis. Seringkali konsumen bahkan tidak peduli dengan nama keluarga. TW Garner Food Company agaknya menyadari hal ini. Perusahaan ini justru tidak mencantumkan nama keluarga untuk produknya yang paling populer, yaitu saus pedas Texas Pete.
Menurut Glenn Garner, salah seorang pimpinan perusahaan, TW Garner Food Company sengaja tidak mengungkit nama dan identitas keluarga pada Texas Pete lantaran berdasarkan hasil riset, terungkap bahwa kepemilikan keluarga bukanlah hal terpenting bagi pelanggan, meski perusahaan keluarga itu telah berdiri selama berpuluh-puluh tahun. Namun untuk produk-produk selai, agar-agar, dan pengawet makanan, nama dan identitas keluarga masih digunakan karena merefleksikan gaya industri rumahan, tradisi, dan nilai keluarga.
Jadi memang melekatkan identitas keluarga dalam perusahaan harus dikaji untung ruginya. Dan yang paling penting diingat, identitas keluarga pada akhirnya bukanlah satu-satunya faktor penunjang kejayaan perusahaan keluarga.
*) PATRICIA SUSANTO, CEO of The Jakarta Consulting Group