Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saat ini, konsumennya masih segmented, tetapi ke depan pasti akan lebih meluas./Bisnis.com
Saat ini, konsumennya masih segmented, tetapi ke depan pasti akan lebih meluas./Bisnis.com

1. Zumami, Rambah Singapura dan Eropa

Usaha mi sayur ini sebenarnya bukanlah produk yang benar-benar baru bagi Ageng Sulistiana yang sudah mulai berproduksi sejak 2007 dengan merek Zumami. Di bawah bendera UD Indigo Sejahtera, dia awalnya hanya membuat empat jenis sayur untuk bahan mi, yakni sawi, bayam, tomat, dan wortel.

Namun, kreasinya tidak berhenti dan kini berkembang menjadi 13 jenis mi sayur. “Kami menyebut ini mi sehat karena bahannya sayuran segar, tidak pakai bahan kimia dan pewarnanya dari bahan alami. Bahan sayurannya juga ditanam secara organik meski tidak semua mempunyai sertifikat organik,” katanya.

Sebagai pelaku usaha yang sudah cukup lama menggeluti bidang ini, bisa dibilang pria 46 tahun ini sudah sangat memahami permintaan dan cara menembus pasar. Agar dapat fokus melakukan inovasi produk baru, Ageng memilih hanya berfokus mengurus produksi. Untuk pemasarannya, dia menyerahkan ke tangan-tangan distributor.

“Mereka itu perpanjangan tangan saya untuk memasarkan produk ke seluruh Indonesia. Kalau hanya mengandalkan saya sendiri, daya jangkaunya lebih terbatas,” tuturnya. Mengenai skema penjualan, Ageng membebaskan para distributornya berkreasi sendiri. Alhasil, ada yang memasarkan secara online lewat berbagai platform di Intenet, ada juga yang menitipkan ke supermarket atau menjual dengan menggabungkan bersama produk sehat lainnya.

Strategi ini terbukti ampuh membuat produk Zumami mampu menjangkau pasar yang lebih luas dengan cara yang lebih cepat. Produknya tidak hanya dipasarkan ke kota-kota di seluruh Indonesia, tetapi juga ke luar negeri, seperti ke Singapura dan sejumlah negara di Eropa. “Saya tidak terlalu tahu negaranya di Eropa apa saja, karena pemasaran ke luar negeri itu dilakukan via distributor,” jelasnya.

Setiap satu bungkus mi dengan ukuran 200 gram dibanderol harga Rp20.000—Rp25.000. Sementara itu, harga jual kepada para distributor dibanderol sekitar Rp12.000—Rp15.000. Permintaan yang besar membuatnya mampu memacu kapasitas produksi hingga sekitar 1.000 bungkus Zumami sehari. Dari perhitungan kasar, Ageng dapat membukukan penjualan Rp12 juta dalam sehari.

Melihat potensi yang tinggi, ke depan Ageng berniat untuk menambah varian baru dari bahan moringa atau kelor. Dia juga sedang mencari sistem pengemasan yang membuat daya simpan produknya lebih lama dari saat ini sekitar 6 bulan.

“Meski banyak yang meniru, saya yakin demand masih tinggi. Saat ini, konsumennya masih segmented, tetapi ke depan pasti akan lebih meluas.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (3/4/2016)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper