Bisnis.com, JAKARTA - Shunsaku Sagami masuk menjadi sosok pendatang baru di jajaran miliarder Jepang berusia muda. Ia berhasil meraih kesuksesan saat menginjak umur 32 tahun.
Dari informasi yang dihimpun Bisnis, Sagami memiliki kekayaan mencapai US$860,4 juta atau setara dengan Rp12,6 triliun.
Sebagai pendiri dan CEO M&A Research Institute Holdings, perusahaan yang bergerak di bidang merger dan akuisisi skala kecil dan menengah, saham perusahaan tersebut telah mengalami kenaikan harga yang signifikan sejak perusahaan tersebut go public pada bulan Juni 2022.
Kenaikan harga saham mencapai lebih dari 340 persen, di mana 73 persen saham yang dimiliki Sagami di perusahaan tersebut sekarang bernilai lebih dari US$1 miliar atau setara dengan Rp14,7 triliun berdasarkan harga penutupan hari Jumat sebesar 10.090 yen per saham (USD74,36).
Melansir dari Forbes, M&A Research Institute yang didirikan pada 2018 ini menggunakan kecerdasan buatan untuk mencocokkan pembeli potensial dengan perusahaan yang menghadapi risiko penutupan karena pemiliknya yang sudah tua dan tidak dapat menemukan penggantinya.
Profil Shunsaku Sagami
Meski menjadi triliuner, Shunsaku Sagami bukanlah orang yang menekuni industri tersebut sejak awal. Justru, Sagami pertama kali bekerja di bidang periklanan.
Baca Juga
Dilansir dari situs resmi perusahaan, Shunsaku Sagami lahir pada tahun 1991. Dia sendiri merupakan lulusan dari Universitas Kobe.
Lalu, pada 2015 dia mendirikan perusahaan media mode bernama Alpaca. Perusahaan ini kemudian diakuisisi oleh Vector, sebuah agen hubungan masyarakat yang terdaftar di Tokyo, dan berganti nama menjadi Smart Media.
Meski tidak lagi memegang kendali, Sagami yang saat itu berusia pertengahan dua puluhan, tetap bekerja di Smart Media sekaligus membantu proses akuisisi atau perusahaan peralihan.
Pengalamannya di Smart Media dan akuisisi yang dilakukannya membantunya memperoleh pengetahuan dan wawasan yang diperlukan untuk sukses di bidang M&A.
Saat bekerja, Sagami sering menemukan bahwa proses pembuatan kesepakatan antara perusahaan sering tidak efisien. Selain itu, dia juga mengalami kegagalan bisnis keluarganya karena tidak adanya penerus yang melanjutkan.
Pengalaman ini mendorong Sagami membangun jaringan bisnis yang luas untuk terjun ke dunia merger dan akuisisi untuk pengambilalihan dua perusahaan.
Sagami memiliki tujuan yang luas dalam membangun perusahaannya, yaitu membantu melestarikan bisnis UKM di Jepang. Pasalnya, lebih dari 99 persen perusahaan di Jepang adalah UKM, dan sekitar dua pertiga dari mereka tidak memiliki penerus, sehingga berisiko tutup.
M&A Research Institute menggunakan sistem pencocokan yang didukung kecerdasan buatan untuk membantu menemukan pembeli potensial bagi bisnis yang ingin dijual oleh pemiliknya.
Biaya hanya dibayarkan ketika kesepakatan berhasil dicapai, dan ini telah memberikan keunggulan bagi perusahaan tersebut dalam persaingan.
Pendekatan berbasis AI dan penetapan harga yang ramah klien telah membantu perusahaan mencapai kesuksesan dalam memfasilitasi transaksi M&A untuk perusahaan kecil dan menengah di Jepang.
Setelah meraih kesuksesan, Sagami memutuskan untuk membawa M&A Research Institute ke pasar saham Tokyo pada Juni tahun lalu, kurang dari empat tahun setelah didirikan.
Pada kuartal yang berakhir pada Desember 2022, perusahaan melaporkan laba bersih sebesar $7,1 juta dan pendapatan sebesar US$15,7 juta.
Pada tahun fiskal yang berakhir pada September 2022, pendapatan tahunan perusahaan meningkat hampir 200 persen menjadi US$28,8 juta dan keuntungannya meningkat hampir empat kali lipat menjadi US$9,8 juta selama periode yang sama.
Jumlah penasihat M&A di perusahaan telah meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 90 pada akhir Desember.
Saat ini, Sagami telah memperluas bisnisnya ke manajemen aset, untuk membantu pemilik bisnis yang menguangkan menginvestasikan kekayaan baru mereka.
Profil Bisnis M&A Research Institute
di halaman berikutnya...