Bisnis.com, JAKARTA– Nama Tony Fernandes, pemilik dari maskapai penerbangan AirAsia, kembali mencuat setelah meluncurkan aplikasi berbasis AI di perusahaan induk AirAsia miliknya, Capital A.
Pada Februari 2023, Fernandes mengatakan telah "memecat" sistem chat bot pertamanyaa, AVA (AirAsia Virtual All Star) karena banyaknya keluhan dari para pelanggan.
Capital A kemudian memperkenalkan Ask Bo, sistem chat bot yang telah dilengkapi dengan kecerdasan buatan (aritificial intelligence /AI) dan kemampuan pembelajaran mesinnya atau machine learning.
Fernandes mengungkapkan, melalui AI chatbot pertamanya, AVA, banyak masalah yang dihadapi, sehingga tidak mampu memenuhi harapan para pelanggan. Oleh karena itu, Capital A memperkenalkan Ask Bo, yang diberi nama dengan nama CEO Grup maskapai penerbangan AirAsia, Bo Lingam.
Banyak fitur baru dan menarik yang ditambahkan ke Ask Bo, di antaranyaa dapat memberikan informasi terkini dan langsung tentang status penerbangan (penundaan, keberangkatan) dan/atau perubahan dan informasi boarding, dalam lebih banyak bahasa termasuk bahasa Inggris, Cina, Bahasa Melayu, Bahasa Indonesia, Thailand, Jepang, Korea, dan Vietnam.
Ask Bo akan mengirimkan push notification pada setiap perubahan menit terakhir pada hari operasi, dan memberikan informasi bagasi (pelacakan, arrival belt, laporan bagasi yang salah penanganan) dan melaporkan pembaruan waktu keberangkatan secara otomatis secara real-time ke dalam Boarding Pass elektronik.
Baca Juga
Sebelum sukses dengan perusahaan aviasinya, Tony Fernandes yang lahir pada 30 April 1964 merupakan anak keturunan Goa, India, dan Portugis, dari ayah yang berasal dari Goa dan ibu campuran India (Tamil) dan Asia-Portugis (Kristang).
Tony besar di Malaka, Malaysia dan menunjukkan minat besarnya dalam berbisnis dengan membantu sang Ibu berjualan.
Melansir dari Forbes, ibu Fernandes adalah seorang pengusaha, salah satu yang memperkenalkan produk Tupperware ke Malaysia. Fernandes berperan membantu ibunya dan terinspirasi dengan keahlian Ibunya memasarkan produk hingga bisa menjual es ke orang Eskimo.
Meski sering membantu sang Ibu berjualan, Fernandes tidak pernah mengesampingkan pendidikan. Sejak usianya 12 tahun, dari tahun 1976 hingga 1983, dia belajar di sekolah Epsom College di Inggris. Hingga akhirnya, dia diterima sebagai mahasiswa di London School of Economics dan lulus dengan gelar di bidang akuntansi pada 1987.
Menariknya, sebelum bisa sesukses sekarang, Fernandes mengungkapkan pekerjaan pertamanya ketika masih menduduki bangku kuliah adalah pelayan restoran di London.
Hingga akhirnya, usai dirinya lulus, Fernandes pun mulai meniti karier di Virgin Group di sebagai auditor, kemudian dipercaya sebagai pengawas keuangan untuk Richard Branson's Virgin Communications di London dari tahun 1987 hingga 1989.
Tidak lama setelah itu pada 1990-an, Tony terjun ke bidang musik yakni ke Warner Music Group, dan menjabat sebagai Wakil Presiden Regional Asia Tenggara dari Desember 1999 sampai Juli 2001.
Namun, ketika Time Warner mengumumkan merger dengan America Online, Fernandes memutuskan keluar dan mengejar mimpinya memulai maskapai penerbangan.
Dilansir dari Flying High, Fernandes menyimpan mimpi kecil menjadi pilot, pesepakbola, atau pembalap. Alhasil, pada September 2001, saat maskapai penerbangan di seluruh dunia berjuang usai adanya serangan 9/11, Fernandes memutuskan membeli AirAsia, maskapai penerbangan milik pemerintah Malaysia yang berutang US$11 juta atau setara dengan Rp171 miliar.
Dia pun segera mengambil alih maskapai AirAsia dengan harga 1 ringgit atau yang saat ini setara dengan Rp3.576 dan menjadi kepala eksekutifnya.
Adapun, hal yang membuat pemilik lama mengizinkan AirAsia dijual dengan harga 1 ringgit, karena Fernandes bersedia melunasi utang perusahan sebesar US$11 juta.
Mendirikan AirAsia, Fernandes menggandeng Kamarudin Meranun, yang kemudian memulai rehabilitasi maskapai dengan menjadikan maskapai low cost carrier alias maskapai dengan tarif murah dan menggunakan slogan ‘Now Everyone Can Fly’, AirAsia pun langsung menarik hati warga Malaysia.
Dengan hasil kerja kerasnya dan pantang menyerah, Air Asia dapat melunasi utangnya hanya dalam kurun waktu satu tahun. Lalu, pada 2004, Fernandes pun melanjutkan untuk membuat perusahaannya IPO.
Dengan modal tambahan tersebut, maskapai tersebut pun bisa melebarkan sayap, memperluas jumlah tujuan dan mulai melakukan diversifikasi bisnis ke bidang lain seperti budget hotel, telekomunikasi, jasa keuangan, olahraga, media dan industri kreatif.
Pada 2020, ketika semua bisnis lumpuh, Tony justru masuk ke dalam daftar 5 orang terkaya di Malaysia, menduduki peringkat 41 dengan kekayaan US$355 juta.
Tony telah dianugerahi gelar CBE dua kali oleh Raja Malaysia dan dianugerahi Legion d'Honneur oleh pemerintah Prancis. Dia juga menerima penghargaan dari outlet media bisnis besar termasuk International Herald Tribune, Business Times, Business Week, Fast Company dan Forbes.