Bisnis.com, JAKARTA -- Dalam membangun bisnis, mengikuti tren terkini penting untuk megetahui apa yang sedang diinginkan masyarakat.
Namun, bisnis bisa jadi tak berkembang dan hanya bertahan sesaat jika hanya ikut-ikutan tren terkini, apalagi jika tidak dibarengi dengan inovasi.
Fear of Missing Out (FOMO) atau takut ketinggalan tak jarang dijadikan salah satu strategi pemilik bisnis untuk menangkap minat pasar dari apa yang sedang ngetren saat ini. Namun, jika tidak dibarengi oleh produk dan branding yang baik jangan berharap bisnis akan bertahan lama
Leonard Theosabrata, Direktur Utama Smesco Indonesia, mengungkapkan bahwa perjalanan sebuah brand untuk bisa dikenal dan memiliki banyak pelanggan harus memiliki sebab dan akibat yang kuat.
"Dari brand yang saya dirikan, didasari oleh keingintahuan saya terhadap masalah-masalah yang ada di masyarakat. Kita selalu melihat masalah apa yang di sekitar kita, dan cari mana yang butuh solusi," ungkapnya dalam Indonesia Digital Meetup di Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Menurutnya, jika ingin memiliki brand yang kuat harusnya punya alasan untuk mempertahankan bagaimana keberlanjutannya ke depan, salah satunya bisa datang dari inovasi, yang ada karena pebisnis terus melakukan riset dan pengembangan.
Baca Juga
"Contoh kalau teman kalian bilang masakan kalian enak, itu karena mereka baik, belum tentu kalian harus punya restoran. Kecuali kalian punya background sekolah kuliner, ini akan membantu inovasi. Bukan berarti kita tidak boleh otodidak, bisa tapi otodidaknya harus benar-benar mendalami," ujarnya.
Karena tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini banyak pebisnis khususnya UMKM yang buka bisnis hanya karena lihat apa yang sedang ramai atau viral, tapi tidak punya alasan kuat kenapa harus membuat hal yang viral tersebut menjadi bisnis jangka panjang.
"Banyak yang hanya lihat kiri kanan, hanya copy kanan dan kirinya ketika lihat bisnis sekitarnya ramai. Itu bukan inovasi. Kalau mau bikin brand unggul, kita harus bisa lihat ke depan. Kalau tidak punya sebab akibat dan alasan yang kuat, kerja dulu aja sebelum buka usaha. Bentuk dulu pondasi, bangun skill, dan pertajam," tegasnya.
Jika produknya benar-benar bagus, lanjut Leo, penggunanya akan dengan sendirinya memasarkan produk yang dibelinya ke orang lain, dengan kunci Word of Mouth.
"Word of Mouth dari satu orang ke orang lain itu powerful loh, ini memastikan bisnisnya bisa tetap berjalan. Tapi kalo hanya sekadar soal viral, misalnya NFT, sekarang kemana? Nggak jalan dan ramai lagi karena nggak jelas, dan banyak orang yang ikutan hanya karena viral, sekarang akhirnya rugi," paparnya.
CEO dan Founder of MIWA, MYL, MIYA Pattern Artist & Creativepreneur Mira Hoeng juga mengatakan bahwa untuk memiliki brand yang kuat harus bisa terus berinovasi dan melihat ke depan mau memecahkan masalah apa. Karena bangun bisnis tidak ada yang instan.
"Karena saya bisnis karya, pasti banyak yang plagiat, dari karya sampai nama brand-nya. Tapi jangan kesal dan berhenti, terus jalan, sampai orang yang plagiat itu capek. Ini jadi inspirasi bahwa kalau mau maju terus, jangan berhenti berinovasi dan berkarya," ujarnya.
Menurutnya, jika bisnis hanya karena FOMO dan viral, bisnis yang dibuat hanya akan lewat sesaat dan tidak akan bisa bertahan lama.
"Intinya nanti mereka bisa mati sendiri kalau uangnya udah habis buat copy-copy sana sini. Tetap saja produk yang kualitasnya baik dan original itu yang bisa membuat brand bisa bertahan baik," imbuhnya.