Bisnis.com, JAKARTA - Baru-baru ini Global Finance Magazine meluncurkan daftar negara-negara terkaya di dunia didasarkan pada pendapatan per kapita tertinggi. Ternyata, nomor 2 berasal dari Asia, sebuah negara kecil bagian dari China, Makau.
Makau berada urutan kedua negara terkaya di Asia, di bawah Luxemburg dan masih di atas negara bisnis Singapura, yang duduk di peringkat keempat.
Negara kecil yang dijuluki Las Vegas-nya Asia itu memiliki populasi sekitar 700.000 jiwa, dan memiliki lebih dari 40 kasino yang tersebar di wilayah seluas sekitar 30 kilometer persegi. Semenanjung sempit di selatan Hong Kong ini menjadi mesin penghasil uang.
Sebagai negara judi, negara ini juga menjadi penghasil sejumlah miliarder, meskipun jumlah dan kekayaannya tak sebesar di negara Barat.
Salah satu orang yang pernah menduduki tahta orang terkaya di Makau adalah mendiang Stanley Ho, yang meninggal dunia pada 2020 lalu di usia 98.
Dia dikenal sebagai "Raja Judi", meskipun mengaku tak pernah ikut bermain judi. Melalui perusahaannya, dia membangun berbagai resor dan hotel di bawah perusahaannya, SJM Holdings Limited yang mengembangkan 19 kasino di Makau termasuk Grand Lisboa.
Baca Juga
Profil Stanley Ho
Ho lahir pada 25 November 1921, dari keluarga kaya Hong Kong keturunan China dan Eropa. Dia sempat menempuh pendidikan kuliah di universitas di Hong Kong, Queen's College meskipun tidak selesai karena perang.
Keadaan keluarganya memburuk selama Perang Dunia II, ketika Jepang menginvasi koloni Inggris. Pada usia 21 tahun, dia akhirnya melarikan diri ke Makau yang netral dan memulai kariernya dengan berdagang, menjual segala sesuatu mulai dari minyak tanah hingga pesawat terbang.
Ho sempat menjadi penari ballroom dan juga mantan atlet juara tenis di Hong Kong. Dia pernah memenangkan kompetisi ganda Klub Rekreasi China untuk pemain yang lebih tua selama beberapa tahun menjelang usia 80-an. Ho juga sempat menjadi pembawa obor Olimpiade pada 2008.
Pada akhir 1960-an, Ho membangun Kasino Lisboa, yang menarik pengunjung dari seluruh Asia, banyak di antaranya didatangkan oleh operator junket yang bekerja untuk Ho.
Kebangkitan Ho mengubah Makau dari daerah terpencil komersial menjadi “Las Vegas-nya Asia” dengan mengeksploitasi keunggulan besarnya dibandingkan wilayah lain di China, yakni kasino legal.
Ketika kekayaannya membengkak, dia berekspansi ke luar pulau, membangun gedung perumahan dan perkantoran di Hong Kong.
Pada 1984, dia memenangkan lisensi untuk mengoperasikan kasino di Portugal dan menghabiskan US$30 juta untuk membuka Kasino Pyongyang di Korea Utara pada 2000.
Monopoli kasino Ho di Makau berakhir pada 2001, dua tahun setelah China mendapatkan kembali kendali atas pulau tersebut dari Portugal.
China kemudian memberikan izin kepada para pesaingnya, termasuk Las Vegas Sands dan Wynn Resorts Ltd milik Sheldon Adelson.
Namun, alih-alih merugikan Ho, meningkatnya persaingan ditambah dengan pesatnya perekonomian China mempercepat pertumbuhan Makau menjadi pusat permainan terbesar di dunia dan kekayaan Ho pun semakin meroket, sempat mencapai US$14,9 miliar menurut Bloomberg.
Pendapatan perjudian di Makau juga telah menjadi barometer perekonomian China, tempat dua pertiga penjudinya berasal.
Tak hanya dari usaha game miliknya, Ho juga mengembangkan kekayaannya dengan memiliki saham di dalam bisnis yang menjalankan feri dan helikopter yang menghubungkan Hong Kong dan Makau, department store, hotel, bandara Macau dan jalur balap kuda.
Setelah Ho kehilangan monopolinya terhadap pesaing asing, dua dari 17 anaknya membentuk usaha dengan mereka.
Kekayaannya dibagi kepada putri dan istrinya, Pansy Ho (US$5,3 miliar) yang memiliki MGM Macau, istri keempat Angela Leong (US$4,1 miliar) yang ditunjuk menjadi direktur pelaksana SJM Holdings, dan putranya Lawrence Ho (US$2,6 miliar) ditunjuk mengelola City of Dreams.
Meskipun pendapatan dari kasino biasanya meningkat seiring dengan pertumbuhan PDB China, jumlah tersebut anjlok pada 2014 ketika China meluncurkan kampanye anti-korupsi.
Pendapatannya juga kembali menurun pada 2020, setelah pandemi Virus Corona memicu penurunan pendapatan sebesar 97% karena para penjudi China dilarang melakukan perjalanan ke Makau.
Ho meninggal dunia pada Mei 2020 di usianya 98 tahun karena sakit, setelah pada 2009 sempat melakukan operasi otak setelah jatuh karena serangan stroke.