Bisnis.com, JAKARTA – Tak dapat dipungkiri pandemi Covid-19 memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan hampir semua manusia di kolong langit.
Pergerakan manusia dibatasi agar penyebaran virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China itu tidak meluas. Alhasil, sebagian besar aktivitas manusia juga harus terhenti atau dilakukan dari rumah masing-masing.
Sebagian sektor usaha terpuruk akibat kondisi tersebut, akan tetapi sebagian orang justru malah berhasil menemukan peluang usaha.
Tentunya, peluang yang dimaksud bukanlah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan seperti menimbun masker atau cairan pembersih tangan (hand sanitizer) untuk kemudian dijual dengan harga tinggi.
Salah satu diantaranya adalah Ester Christine yang akhirnya sukses merintis usaha kuliner “tahu walik” bersama sang suami dari dapur rumahnya di kawasan Gading Serpong, Tangerang Selatan. Mereka tak pernah menyangka jika aktivitas memasak yang dilakukan untuk membunuh kebosanan di rumah menjadi sumber penghasilan baru.
Sebagai catatan, “tahu walik” yang dibuat oleh pasangan suami istri itu merupakan jenis kudapan berbahan dasar tahu dengan isian daging ayam cincang.
“Jadi suamiku tuh senang masak gara-gara habis nonton drakor (drama korea) Itaewon Class. Dia eksperimen bikin “tahu walik” pas dirasain kok enak banget. Yaudah aku becandain di Instagram tulis mau open PO (pre-order) aja apa, eh ternyata beneran ada yang pesan,” katanya kepada Bisnis.
Mendapatkan respon positif membuat perempuan yang sehari-harinya bekerja di salah satu perusahaan swasta itu kembali membuka pemesanan lewat Instagram pribadinya. Selain itu, dia juga mengguanakan akun Instagram @grebit.id yang beberapa tahun lalu sempat digunakan untuk berjualan pakaian.
Sejauh ini, Ester dan sang suami hanya menerima pemesanan setiap dua hari sekali dengan jumlah yang sangat terbatas, tak lebih dari 10 porsi untuk satu kloter pemesanan.
Pasalnya, dia tak ingin bisnis barunya itu mengganggu pekerjaan utamanya dan sang suami yang harus mengajar murid-muridnya secara daring.
“Sistemnya pesan dulu dua hari sebelum [diantar], supaya aku sama suami ada waktu buat belanja, siapin bahan-bahan. dan gak keteteran. Soalnya kalau langsung dibikin pagi terus diantar sore susah bagi waktunya,” ungkapnya.
Satu porsi “tahu walik” berisi delapan potong dibanderol Rp10.000 belum termasuk ongkos kirim apabila pemesan berada di luar kawasan Gading Serpong. Selama ini, Ester dan sang suami yang mengatarkan langsung kepada pembeli, tentunya dengan tetap memperhatikan protokol keselamatan dan kesehatan.
“Antar sendiri kalau di Gading Serpong saja, di luar bisa pakai Gojek, Grab, atau Paxel. Kalau kami yang antar ya waktunya terbuang percuma,” tuturnya.
Lebih lanjut, Ester menyebut tak menutup kemungkinan akan mengembangkan bisnis barunya ini setelah pandemi Covid-19 berakhir. Dia berharap bisnis “ultra-mikro” itu bisa berkembang menjadi sumber penghasilan baru bagi keluarga kecilnya dan juga orang lain.
“Mau banget nerusin, kita buka stand lapak kecil-kecilan gitu dimana terus nanti merekrut pekerja,” tutupnya.
Banting Setir Agar Bisa Bertahan
Demikian halnya dengan Fachry Dwiprihanto yang berhasil menemukan peluang usaha baru lewat produk sambal cumi-cumi siap saji dalam toples.
Sambal cumi-cumi siap saji berlabel “MICUMI Sambal Baby Cumi” itu dia produksi dari dapur rumahnya di Malang, Jawa Timur. Dia dibantu oleh seorang rekannya seorang mahasiswi jurusan Tata Boga di Universitas Negeri Malang (UM).
Adapun, untuk pemasarannya selain dari mulut ke mulut, juga mengandalkan sosial media dan platform dagang el Shopee.
Awalnya tak pernah terbesit di benak Fachry untuk berbisnis kuliner seperti saat ini. Namun, pandemi Covid-19 mengubah segalanya.
Baca Juga : Tips Kembangkan Waralaba Kuliner |
---|
Pendapatan dari bisnis biro wisata yang dia kelola bersama sejumlah rekannya di Surabaya tak lagi bisa diandalkan. Satu-satunya jalan agar dapur tetap ngebul tentunya dengan banting setir ke sektor usaha lain yang tak terlalu terpengaruh.
“Mulai awal Maret kemarin coba jualan sambal baby cumi. Pokoknya sekarang gimana caranya bisa cari uang yang halal saja lah,” katanya kepada Bisnis.
Layaknya produk rumahan pada umumnya, produk sambal cumi siap saji Fachry tak menggunakan bahan pengawet. Oleh karena itu, daya tahannya juga tak selama produk serupa yang dijual di beberapa pasar swalayan.
“Kira-kira satu bulan jika disimpan di freezer, kalau mau dimakan tinggal hangatkan saja,” ujarnya.
Untuk menyiasatinya, Fachry tidak menyimpan produknya dalam jumlah banyak. Dia memilih untuk memasak sekali dalam sepekan atau ketika menerima pesanan dalam jumlah besar.
Biasanya, setiap kali memasak dia bisa memproduksi 10 toples yang per toplesnya dihargai Rp35.000. Adapun, sampai saat ini Fachry berhasil menjual lebih dari 50 toples yang pembelinya tidak hanya datang dari dalam Kota Malang saja.
"Ada pesanan dari Blitar, Surabaya, teman dari Jakarta juga pesan," tutupnya.